1.1 Pendahuluan
Istilah "sistem" berasal dari bahasa Yunani
"Systema" yang mempunyai pengertian :
a. Suatu keseluruhan yang tersusun dari sekian banyak
bagian.
b. Hubungan yang berlangsung diantara satuan-satuan atau
komponen secara teratur.
Jadi, dengan kata lain istilah "systema" itu
mengandung arti sehimpunan bagian atau komponen yang saling berhubungan secara
teratur dan merupakan satu keseluruhan.
Menurut Tarik Ibrahim dalam bukunya Sosiologi Pedesaan,
sistem sosial adalah sejumlah kegiatan atau sejumlah orang yang mempunyai
hubungan timbal balik relatif konstan. Hubungan sejumlah orang dan kegiatannya
itu berlangsung terus menerus. Dari tiga hal di atas terdapat tiga hal pokok,
yaitu :
a. Dalam setiap "sistem sosial" ada sejumlah orang dan kegiatannya.
b. Dalam sustu "sistem sosial", orang-orang dan atau kegiatan-kegiatan itu berhubungan secara timbal-balik.
c. Hubungan yang bersifat timbal-balik dalam suatu "sistem sosial" bersifat konstan.
Dari uraian tadi menunjukkan bahwa "sistem sosial" merupakan kesatuan yang terdiri dari bagian-bagian (elemen atau komponen), yaitu :
a. orang dan atau kelompok beserta kegiatannya.
b. Hubungan sosial, termasuk di dalamnya norma-norma, dan nilai-nilai yang mengatur hubungan antar orang atau kelompok tersebut.
a. Dalam setiap "sistem sosial" ada sejumlah orang dan kegiatannya.
b. Dalam sustu "sistem sosial", orang-orang dan atau kegiatan-kegiatan itu berhubungan secara timbal-balik.
c. Hubungan yang bersifat timbal-balik dalam suatu "sistem sosial" bersifat konstan.
Dari uraian tadi menunjukkan bahwa "sistem sosial" merupakan kesatuan yang terdiri dari bagian-bagian (elemen atau komponen), yaitu :
a. orang dan atau kelompok beserta kegiatannya.
b. Hubungan sosial, termasuk di dalamnya norma-norma, dan nilai-nilai yang mengatur hubungan antar orang atau kelompok tersebut.
Dari uraian
tersebut menunjukkan bahwa "sistem sosial" merupakan kesatuan yang
terdiri dari bagian-bagian (elemen atau komponen), yaitu :
a. orang dan atau kelompok beserta kegiatannya.
b. Hubungan sosial, termasuk di dalamnya norma-norma, dan
nilai-nilai yang mengatur hubungan antar orang atau kelompok tersebut.
Loomis dan Boyle (1981) menyatakan bahwa
sistem sosial merupakan komposisi pola interaksi anggotanya. Boyle (1981)
mendefinisikan beberapa unsur dalam sistem sosial yaitu tujuan, norma, status,
peran, kekuatan, jenjang sosial, sanksi, fasilitas dan daerah kekuasaan. Selain
itu terdapat proses yang terjadi dalam sistem tersebut yaitu komunikasi,
pembuatan keputusan, pemeliharaan batasan, dan keterkaitan sistem. Sistem nilai
mengacu pada bagaimana anggota masyarakat menyesuaikan dirinya untuk bertingkah
laku berdasarkan acuan.
Menurut Alvin L. Bertrand,
unsur-unsur pokok "sistem sosial" adalah sebagai berikut :
1.
KEPERCAYAAN/KEYAKINAN (PENGETAHUAN).
Setiap
"sistem sosial" mempunyai unsur-unsur kepercayaan/keyakinan-keyakinan
tertentu yang dipeluk dan ditaati oleh para warganya. Mungkin juga terdapat
aneka ragam keyakinan umum yang dipeluknya di dalam suatu "sistem
sosial". Akan tetapi hal itu tidaklah begitu penting. Dalam kenyataannya
kepercayaan/keyakinan itu tidak mesti benar. Yang penting,
kepercayaan/keyakinan tersebut dianggap benar atau tepat oleh warga yang hidup
di dalam "sistem sosial" yang bersangkutan.
Kepercayaan
adalah faktor yang mendasar yang mempengaruhi kesatuan "sistem
sosial". Kepercayaan merupakan pemahaman terhadap semua aspek alam semesta
yang dianggap sebagai suatu kebenaran mutlak. (Sumber: Soleman B. Taneko, SH). Ada beberapa faktor yang
dapat menimbulkan kepercayaan, antara lain :
a.
Penampilan
atau penampakan atau keatraktifan.
b.
Kompetensi atau
kewenangan.
c.
Penguasaan terhadap materi.
d.
Popularitas.
e.
Kepribadian. (Sumber: Kusnadi, Dr. Ir.
Ms.)
2.
PERASAAN (SENTIMEN).
Faktor dasar yang lain dari sistem sosia adalah perasaan.
Perasaan adalah suatu keadaan kejiwaan manusia yang menyangkut keadaan
sekelilingnya, baik yang bersifat alamiah maupun "sosial". (Sumber:
Soleman B. Taneko, SH.).
Perasaan sangat membantu menjelaskan
pola-pola perilaku yang tidak bisa dijelaskan dengan cara lain. Dalam soal
perasaan ini misalnya, dapat menjelaskan tentang sebab seorang ayah akan
menghadapi bahaya apapun untuk menyelamatkan anaknya.
Proses elemental yang secara langsung
membentuk perasaan adalah komunikasi perasaan. Hasil komunikasi itu lalu
membangkitkan perasaan, yang bila sampai pada tingkatan tertentu harus diakui.
3.
TUJUAN ATAU SASARAN.
Tujuan atau sasaran dari suatu
"sistem sosial", paling jelas dapat dilihat dari fungsi sistem-sistem
itu sendiri. Misalnya, keturunan merupakan fungsi dari keluarga, pendidikan
merupakan fungsi dari lembaga persekolahan dan sebagainya. Tujuan pada dasarnya
juga merupakan cita-cita yang harus dicapai melalui proses perubahan atau
dengan jalan mempertahankan sesuatu. (Sumber: Soleman B. Taneko, SH).
Tujuan
mempunyai beberapa fungsi, antara lain:
a.
Sebagai pedoman. Tujuan berfungsi
sebagai pedoman atau arah terhadap apa yang ingin dicapai oleh suatu
"sistem sosial". Sebagai pedoman, suatu tujuan harus jelas,
realistis, terukur dan memperhatikan dimensi waktu.
b.
Sebagai motivasi. Tujuan organisasi
harus dapat memotivasi seluruh anggota yang terlibat dalam suatu "sistem
sosial" untuk ikut berperan serta atau berpartisipasi dalam seluruh
kegiatan organisasi. Tujuan harus mencerminkan aspirasi anggota, sehingga
organisasi "sosial" tersebut mendapat dukungan dari seluruh anggota.
c.
Sebagai
alat evaluasi. Fungsi ketiga dari tujuan adalah untuk mengevaluasi suatu
organisasi "sosial". Kalau akan mengevaluasi suatu "sistem
sosial" harus dikaitkan dulu dengan tujuannya. Evaluasi dilakukan untuk
melihat keberhasilan suatu "sistem sosial". Juga untuk mengantisipasi, apabila ada suatu hambatan
tidak akan terlalu berlarut-larut atau akan dapat segera diatasi. Evaluasi
dilakukan sebelum, selama dan setelah kegiatan berlangsung, dengan kata lain
evaluasi dilakukan sejak dimulai suatu kegiatan sampai kapanpun. (Sumber:
Kusnadi, Dr. Ir. MS.).
4.
NORMA.
Norma-norma
sosial dapat dikatakan merupakan patokan tingkah laku yang diwajibkan atau
dibenarkan di dalam situasi-situasi tertentu. Norma-norma menggambarkan tata
tertib atau aturan-aturan permainan, dengan kata lain, norma memberikan
petunjuk standard untuk bertingkah laku dan di dalam menilai tingkah laku.
Ketertiban atau keteraturan merupakan unsur-unsur universal di dalam semua
kebudayaan. Norma atau kaidah merupakan pedoman untuk bersikap atau berperilaku
secara pantas di dalam suatu "sistem sosial". Wujudnya termasuk :
a. Falkways, atau aturan di dalam melakukan
usaha yang dibenarkan oleh umum, akan tetapi sebetulnya tidak memiliki status
paksaan atau kekerasan.
b.
Mores, atau segala tingkah laku yang menjadi keharusan, dimana setiap orang
wajib melakukan, dan
c. Hukum, di dalamnya menjelaskan dan mewajibkan
ditaatinya proses serta mengekang tingkah laku yang berada di luar ruang
lingkup mores tersebut.
5.
KEDUDUKAN-PERANAN
Status
dapat didefinisikan sebagai kedudukan di dalam "sistem sosial" yang
tidak tergantung pada para pelaku tersebut, sedang peranan dapat dikatakan
sebagai suatu bagian dari status yang terdiri dari sekumpulan norma-norma
sosial.
Semua
sistem sosial, di dalamnya mesti terdapat berbagai macam kedudukan atau status,
seperti misalnya suami-istri, anak laki-laki atau perempuan. Kedudukan atau
status seseorang menentukan sifat dan tingkatan kewajiban serta
tanggung-jawabnya di dalam masyarakat.
Seorang individu dapat menduduki status
tertentu melalui dua macam yang berlainan :
a.
Status yang dapat diperoleh secara
otomatis (ascribet statutes), dan
b.
Status yang didapatkan melalui hasil
usaha (achieved statutes). Itu diperoleh setelah seseorang berusaha atau
minimal setelah ia menjatuhkan pilihannya terhadap sesuatu.
Di
dalam masyarakat :
a.
Sudah ditentukan peranan-peranan
"sosial" yang mesti dimainkan oleh seseorang yang menduduki suatu
status, dan
b.
Dapat diramalkan tingkah laku
individu-individu di dalam mengikuti pola yang dibenarkan sesuai dengan
peranannya masing-masing sewaktu mereka berinteraksi di masyarakatnya.
Karena
itu, yang disebut penampilan peranan status (status-role performance) adalah
proses penunjukkan atau penampilan dari posisi status dan peranan sebagai
unsur-unsur struktural di dalam "sistem sosial". Peranan-peranan
"sosial" saling terpadu sedemikian rupa, sehingga saling tunjang
menunjang secara timbal-balik hal menyangkut tugas hak dan kewajiban.
6.
KEKUASAAN (POWER).
Kekuasaan
dalam suatu "sistem sosial" seringkali dikelompokkan menjadi dua
jenis utama, yaitu otoritatif dan non-otoritatif. Kekuasaan otoritatif selalu
bersandar pada posisi status, sedangkan non-otoritatif seperti pemaksaan dan
kemampuan mempengaruhi orang lain tidaklah implisit dikarenakan posisi-posisi
status.
7.
TINGKATAN ATAU PANGKAT.
Tingkat atau pangkat sebagai unsur dari
"sistem sosial" dapat dipandang sebagai kepangkatan sosial (social
standing). Pangkat tersebut tergantung pada posisi-posisi status dan
hubungan-hubungan peranan. Ada kemungkinan ditentukan orang-orang yang
mempunyai pangkat bermiripan. Akan tetapi tidak ada satu "sistem sosial"
manapun yang sama orang-orangnya berpangkat sama untuk selama-lamanya.
8.
SANKSI (SANCTION).
Istilah
sanksi digunakan oleh sosiolog untuk menyatakan sistem ganjaran atau tindakan
(rewards) dan hukuman (punishment) yang berlaku pada suatu "sistem
sosial". Ganjaran dan hukuman
tersebut ditetapkan oleh masyarakat untuk menjaga tingkah laku mereka supaya
sesuai dengan norma-norma yang berlaku.
9.
SARANA (FACILITY).
Secara
luas, sarana itu dapat dikatakan semua cara atau jalan yang dapat digunakan
untuk mencapai tujuan sistem itu sendiri.
Bukan
sifat dari sarana itu yang penting di dalam "sistem sosial", tetapi
para sosiolog lebih memusatkan perhatiannya pada masalah penggunaan dari
sarana-sarana itu sendiri. Penggunaan
sarana tersebut dipandang sebagai suatu proses yang erat hubungannya dengan
"sistem-sistem sosial".
10.
TEKANAN - TEGANGAN.
Dalam sistem sosial akan terdapat
unsur-unsur tekanan-ketegangan dan hal itu mengakibatkan perpecahan
(disorganization). Dengan kata lain, tidak ada satupun "sistem
sosial" yang secara seratus persen teratur atau terorganisasikan dengan
sempurna.
Soerjono Soekanto memberikan contoh secara
konkrit mengenai unsur-unsur dari "sistem sosial" tersebut dengan
mengambil keluarga batih sebagai salah satu sistem sosial :
1.
Adanya
suatu keyakinan/kepercayaan, bahwa terbentuknya keluarga batih merupakan kodrat
alamiah.
2.
Adanya
perasaan dan pikiran tertentu dari anggota keluarga batih terhadap anggota
lainnya yang mungkin terwujud dalam rasa saling menghargai, bersaing dan
seterusnya.
3.
Tujuan
adanya keluarga batih adalah antara lain agar manusia mengalami sosialisasi dan
mendapatkan jaminan akan ketenteraman hidupnya.
4.
Setiap
keluarga batih mempunyai norma-norma yang mengatur hubungan antara suami dengan
istri, anak-anak dengan ayah atau ibunya.
5.
Setiap
anggota keluarga batih mempunyai kedudukan dan peranan masing-masing baik
sarana internal maupun eksternal.
6.
Di
dalam setiap keluarga batih lazimnya terdapat proses pengawasan tertentu, yang
semula datang dari orang tua yang dipengaruhi oleh pengawasan yang ada dalam
masyarakat.
7.
Sanksi-sanksi tertentu juga dikembangkan
di dalam keluarga batih, yang diterapkan kepada mereka yang berbuat benar atau
salah.
8.
Sarana-sarana tertentu juga ada pada
setiap keluarga batih, umpamanya sarana untuk mengadakan pengawasan, sosialisasi
dan seterusnya.
9.
Suatu keluarga batih akan memelihara
kelestarian hidup maupun kelangsungannya di dalam proses yang serasi.
10.
Secara sadar dan terencana (walaupun
kadang-kadang mungkin tidak demikian) keluarga-keluarga batih berusaha untuk
mencapai tingkat kualitas hidup tertentu yang diserasikannya dengan kualitas
lingkungan alam maupun lingkungan sosialnya. (Sumber: Soleman B. Taneko, SH.)
2.2
Fungsi-Fungsi Sistem Sosial
Berikut ini merupakan fungsi-fungsi dari sistem sosial.
a.
Pengawasan
Fungsi sosial
yang pertama adalah pengawasan. Praktek komunikasi antarbudaya di antara
komunikator dan komunikan yang berbada kebudayaan berfungsi saling mengawasi. Dalam setiap proses komunikasi antarbudaya
fungsi ini bermanfaat untuk menginformasikan "perkembangan" tentang
lingkungan. Fungsi ini lebih banyak dilakukan oleh media massa yang
menyebarlusakan secara rutin perkembangan peristiwa yang terjadi disekitar kita
meskipun peristiwa itu terjadi dalam sebuah konteks kebudayaan yang berbeda.
b.
Menjembatani
Dalam proses komunikasi
antarbudaya, maka fungsi komunikasi yang dilakukan antara dua orang yang
berbeda budaya itu merupakan jembatan atas perbedaan di antara mereka. Fungsi
menjembatani itu dapat terkontrol melalui pesan-pesan yang mereka pertukarkan,
keduanya saling menjelaskan perbedaan tafsir atas sebuah pesan sehingga
menghasilkan makna yang sama. Fungsi
ini dijalankan pula oleh pelbagai konteks komunikasi termasuk komunikasi massa.
c.
Sosialisasi Nilai
Fungsi sosialisasi merupakan fungsi untuk
mengajarkan dan memperkenalkan nilai-nilai kebudayaan suatu masyarakat kepada
masyarakat lain.
d.
Menghibur
Fungsi menghibur juga sering tampil dalam proses komunikasi antarbudaya.
Misalnya menonton tarian hula-hula dan "Hawaian" di taman kota yang
terletak di depan Honolulu Zaw, Honolulu, Hawai. Hiburan tersebut
termasuk dalam kategori hiburan antarbudaya.
DAFTAR PUSTAKA
Abraham, J.H. Sosiologi, The Study of Human Society. London: The English University Press, 1973.
Cooley, Charles. Horton. Sosiological Theory and Social Research. New York: Henry Holt and
Company, 1930.
Gerungan, W.H. 1967. Psychology Social. Bandung: P.T. Eresco.
Hasan Shadily. 1967. Sosiologi
untuk Masyarakat Indonesia. Jakarta: P.T. Pembangunan.
Khoe Soe Khiam. 1963. Sendi-sendi Sosiologi (Ilmu Masyarakat). Bandung: Penerbit. Ganaco.
Young, Kimball dan Raymond. W. Mack. 1959. Sociology and Social Life.
New York:
American Company.
0 komentar:
Post a Comment
Terima kasih atas kujungan anda. Komentar anda akan sangat bermanfaat untuk kemajuan blog ini.