Penyakit Blas (Pyricularia
oryzae)
a. Nama Umum
: Penyakit Blas
b. Nama
Ilmiah : Pyricularia oryzae
c.
Klasifikasi
– Kingdom : Myceteae
– Divisi : Amastigomycota
– Subdivisi : Deuteromycetina
– Kelas : Deuteromycetes
– Ordo : Moniliales
– Famili : Moniliaceae
– Genus : Pyricularia
– Spesies : Pyricularia oryzae (Alexopoulus
dan Mims, 1979).
Penyakit blas
disebabkan oleh cendawan Pyricularia grisea (Cooke) Sacc. (sinonim
dengan Pyricularia oryzae) (Rossman et al., 1990).
e. Ciri
Mikro Patogen
Secara morfologi,
cendawan Pyricularia oryzae mempunyai konidia berbentuk bulat,
lonjong, tembus cahaya, dan bersekat dua (3 ruangan) (Ou, 1985). Satu daur
penyakit dimulai ketika spora cendawan menginfeksi dan rnenghasilkan suatu
bercak pada tanaman padi dan berakhir ketika cendawan bersporulasi dan
rnenyebarkan spora baru rnelalui udara. Apabila kondisi lingkungan
menguntungkan, satu daur dapat terjadi dalam waktu sekitar 1
minggu. Selanjutnya dari satu bercak dapat rnenghasilkan ratusan sampai ribuan
spora dalam satu malam dan dapat terus rnenghasilkan spora selama lebih dari 20
hari. Pada kondisi kelembapan dan suhu yang mendukung, cendawan blas dapat
mengalami banyak daur penyakit dan menghasilkan kelimpahan spora yang dahsyat
pada akhir musim. Tingkat inokulum yang tinggi ini sangat berbahaya bagi
tanaman padi yang rentan (Scardaci et al., 1997).
f. Bioekologi
Patogen
Daur penyakit blas
meliputi tiga fase yaitu infeksi, kolonisasi, dan sporulasi (Leung dan Shi,
1994). Fase infeksi diawali dengan pembentukan konidia bersepta tiga yang
dilepaskan oleh konidiator. Konidia berpindah ke permukaan daun yang tidak
terinfeksi melalui percikan air atau bantuan angin. Konidia menempel pada daun
karena adanya perekat atau getah di ujungnya (Hamer et al., 1988).
Konidia akan berkecambah pada kondisi optimum dengan cara membentuk buluh-buluh
perkecambahan yang selanjutnya menjadi appresoria (Bourett dan Howard,
1990). Appresoria akan menembus kutikula daun dengan bantuan melanin
yang ada pada dinding appresoria. Proses penetrasi appresoria
pada kondisi optimum berlangsung 8-10 jam (Chumley dan Valent, 1990).
Pertumbuhan hifa yang terus terjadi menyebabkan terbentuknya bercak. Pada
kelembapan yang tinggi, bercak pada tanaman yang rentan menghasilkan konidia
selama 3-4 hari. Konidia ini sangat mudah tersebar dan merupakan inokulum untuk
infeksi selanjutnya (Leung dan Shi 1994).
Penyebaran spora
terjadi selain oleh angin juga oleh biji dan jerami. Cendawan P.
oryzae mampu bertahan dalam sisa jerami sakit dan gabah
sakit. Dalam keadaan kering dan suhu kamar, spora masih bertahan hidup sampai
satu tahun, sedangkan miselia mampu bertahan sampai lebih dari 3 tahun. Sumber
inokulasi primer di lapang pada umumnya adalah jerami. Sumber inokulasi benih
biasanya memperlihatkan gejala awal pada pesemaian. Untuk daerah tropis, sumber
inokulasi selalu ada sepanjang tahun, karena adanya spora di udara dan tanaman
inang lain selain padi (Tasugi dan Yoshida, 1959).
g. Gejala
Cendawan P.
oryzae dapat membentuk bercak pada daun padi, buku batang, leher malai,
cabang malai, bulir padi, dan kolar daun (Chen, 1993; Scardaci et al., 1997).
Bercak pada pelepah daun jarang ditemukan. Bentuk khas dan bercak blas daun
adalah belah ketupat dengan dua ujungnya kurang lebih runcing. Bercak
yang telah berkembang. bagian tepi berwarna coklat dan bagian tengah berwarna
putih keabu-abuan. Bercak bermula kecil berwarna hijau gelap, abu-abu sedikit
kebiru-biruan. Bercak ini terus membesar pada varietas yang rentan, khususnya
bila dalam keadaan lembab. Bercak yang telah berkembang penuh mencapai panjang
1—1,5 cm dan lebar 0,3—0,5 cm dengan tepi berwarna coklat. Bercak pada
daun yang rentan tidak membentuk tepi yang jelas. Bercak tersehut dikelilingi
oleh warna kuning pucat (halo area), terutama pada lingkungan yang
kondusif, seperti keadaan lembab dan ternaungi. Selain itu, perkembangan bercak
juga dipengaruhi oleh kerentanan varietas dan umur bercak itu
sendiri. Bercak tidak akan berkembang dan tetap seperti titik kecil pada
varietas yang tahan. Hal ini karena proses perkembangan konidia dan cendawan P.
oryzae dalam jaringan inangnya terhambat. Bercak akan berkembang sampai
beberapa millimeter berbentuk bulat atau elips dengan tepi berwarna
coklat pada varietas dengan reaksi moderat (Nisikado, 1926; Ou, 1985; dan
Sueda, 1928). Pada lingkungan yang kondusif, blas daun dapat menyebabkan
kematian keseluruhan tanaman varietas rentan yang masih muda sampai stadia
anakan (Scardaci et al., 1997).
Infeksi pada buku
batang menyebabkan bercak berwarna coklat atau hitam dan batang patah (Ou,
1985) dan kematian yang menyeluruh pada batang sebelah atas dan buku yang
terinfeksi (Scardaci et al., 1997). Infeksi pada malai menyebabkan
blas leher, bercak coklat pada cabang malai dan bercak coklat pada kulit gabah
(Ou, 1985). Apabila blas leher terjadi lebih awal akan mengakibatkan
malai mati secara prematur, putih dan kosong secara menyeluruh, sedangkan jika
blas leher terjadi kemudian menyebabkan pengisian bulir padi tidak sempurna dan
mutu biji menjadi rendah (Scardaci et al., 1997). Infeksi P.
oryzae pada malai akan menyebabkan leher malai membusuk dan bulir padi
menjadi hampa (Semangun, 1991).
Serangan P. oryzae pada
kolar daun (daerah pertemuan antara helaian daun dan pelepah) menimbulkan
gejala blas kolar berwarna coklat. Blas kolar yang terjadi pada daun bendera
atau pada daun kedua terakhir dapat menyebabkan pengaruh yang nyata pada
produksi padi (Scardaci et al., 1997).
h.
Pengendalian
Menurut Santoso dan
Nasution (2012) pengendalian penyakit blas dapat dilakukan dengan menggunakan
varietas tahan, diversifikasi varietas padi, cara bercocok tanam dan pendekatan
kimiawi.
Ketahanan Varietas
Cara yang paling
efektif, murah dan ramah lingkungan dalam pengendalian blas adalah penggunaan
varietas tahan. Ketahanan varietas padi pada penyakit blas umumnya mudah patah.
Ketahanan varietas unggul yang dilepas patah setelah beberapa musim tanam.
Penggunaan varietas tahan tersebut harus disesuaikan dengan sebaran ras yang
dominan di suatu daerah. Apabila tanaman padi ditanam berturut-turut sepanjang
tahun, maka pergiliran varietas atau rotasi gen harus dilakukan. Beberapa
varietas yang masih menunjukkan reaksi tahan sampai sekarang adalah Limboto,
Danau Gaung, Situ Patenggang, dan Batutegi.
Diversifikasi Varietas Padi
Diversifikasi
varietas padi dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu:
1. Penanaman
varietas yang berbeda secara berseling-seling;
2. Pelepasan galur
secara terus-menerus;
3. Penanaman
sejumlah varietas/galur dalam suatu hamparan.
Pendekatan Cara Bercocok Tanam
Pengendalian
penyakit blas dengan pendekatan cara bercocok tanam dapat dilakukan dengan
beberapa cara yaitu:
1. Pemakaian jerami
sebagai kompos;
2. Penggunaan pupuk
nitrogen dengan dosis;
3. Waktu tanam yang
tepat.
Pendekatan Kimiawi
Pengendalian
penyakit blas dengan pendekatan kimiawi dapat dilakukan dengan beberapa cara
yaitu:
1. Cara perendaman
benih (soaking) dalam fungisida;
2. Penyemprotan
tanaman dengan fungisida.
DAFTAR PUSTAKA
Alexopoulos, C.J. and C.W. Mims. 1979. Introductory Mycology. John Wiley and
Sons, New York. 631 p.Bourett, T.M. and R.J. Howard. 1990. “In Vitro Development of Penetration Structure in the Rice Blast Fungus Magnaporthe grisea”. Can. J. Bot., 68: 329–342.
Chen, D. 1993. “Population Structure of Pyricularia grisea (Cooke) Sacc. In Two Screening Site and Quantitative Characterization of Major and Minor Resistance Genes”. A Thesis Doctor of Philosophy. Los Banos: University of the Philippines at. 161p.
Chumley, F.G. and B. Valent. 1990. “Genetic Analysis of Melanin Deficient, Non Pathogenic Mutants of Magnaporthe grisea. Mol”. Plant-Microbe Interact., 3: 135–143.
Encyclopedia of life. Pyricularia oryzae. http://content60.eol.org/content/ 2012/02/21/00/24570_580_360.jpg. Diakses 27 Desember 2012.
Hamer, J.E. et al. 1988. ”Host Species-Specific Conservation of Repeated DNA Elements in the Genome of a Fungal Plant Pathogen”. Proc. Natl. Acad. Sci., 86: 9981–9985.USA.
Leung, H. and Z. Shi. 1994. “Genetic Regulation of Sporulation in the Rice Blast Fungus”. In Zeigler, R.S.,et al.(Ed.), Rice Blast Disease. P.65–86. Manila.Philippines: CAB International IRRI.
Nisikado, Y. 1926. “Studies on Rice Blast Diseases”. Bulletin of Bureaux of Agriculture. Ministry of Agriculture and Forestry. Japan, 15: 1–211.
Ou, S.H. 1985. Rice Disease. 2nd ed. Commonwealth Mycological Institute Kew, Surrey. England. 380p.
Ou, S.H. 1985. Rice disease. 2nd ed. Commonwealth Mycological Institute Kew, Surrey. England. 380p.
Rossman, A.Y. et al. 1990. Pyricularia grisea, the Correct Name for the Rice Blast Disease Fungus. J.Mycologia, 82: 509-512.
Santoso dan Anggiani Nasution. Pengendalian Penyakit Blas Dan Penyakit Cendawan Lainnya. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. http://bbpadi.litbang.deptan.go.id/index.php/in/download/finish/19/485/0. Diakses 26 Desember 2012
Scardaci, S.C. et al. 1997. Rice Blast: a New Disease in California. Agronomy Fact Sheet Series 1997-2. Davis: Department of Agronomy and Range Science, University of California. 3p.
Semangun, H. 1991. Penyakit-Penyakit Tanaman Pangan di Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. 449p.
Sueda, H. 1928. “Studies on the Rice Blast Diseases”. Report. Government Research Institute. Department of Agriculture. Formosa, 36: 1–130.
Tasugi, H. and L. Yoshida. 1959. “Relation between Rice Blast Resistance and Suhue Environment”. Ann. Phytopath. Soc. Japan.
0 komentar:
Post a Comment
Terima kasih atas kujungan anda. Komentar anda akan sangat bermanfaat untuk kemajuan blog ini.