Klasifikasi kemampuan lahan adalah
klasifikasi lahan yang dilakukan dengan metode faktor penghambat. Dengan metode
ini setiap kualitas lahan atau sifat-sifat lahan diurutkan dari yang terbaik
sampai yang terburuk atau dari yang paling kecil hambatan atau ancamanya sampai
yang terbesar. Kemudian disusun tabel kriteria untuk setiap kelas; penghambat
yang terkecil untukkelas yang terbaik dan berurutan semakin besar hambatan semakin
rendah kelasnya.
Sistem klasifikasi kemampuan lahan
yang banyak dipakai di Indonesia dikemukakan oleh Hockensmith dan Steele
(1943). Menurut sistem ini lahan dikelompokan dalam tiga kategori umum yaitu
Kelas, Subkelas dan Satuan Kemampuan (capability units) atau Satuan
pengelompokan (management unit). Pengelompokan di dalam kelas didasarkan
atas intensitas faktor penghambat. Jadi kelas kemampuan adalah kelompok unit
lahan yang memiliki tingkat pembatas atau penghambat (degree of
limitation) yang sama jika digunakan untuk pertanian yang umum (Sys et
al., 1991). Tanah dikelompokan dalam delapan kelas
yang ditandai dengan huruf Romawi dari I sampai VIII. Ancaman kerusakan atau hambatan meningkat berturut-turut dari Kelas I sampai kelas VIII, seperti pada Gambar 1.
yang ditandai dengan huruf Romawi dari I sampai VIII. Ancaman kerusakan atau hambatan meningkat berturut-turut dari Kelas I sampai kelas VIII, seperti pada Gambar 1.
Tanah pada kelas I sampai IV dengan
pengelolaan yang baik mampu menghasilkan dan sesuai untuk berbagai penggunaan
seperti untuk penanaman tanaman pertanian umumnya (tanaman semusim dan
setahun), rumput untuk pakan ternak, padang rumput atau hutan. Tanah pada Kelas
V, VI, dan VII sesuai untuk padang rumput, tanaman pohon-pohonan atau vegetasi
alami. Dalam beberap hal tanah Kelas V dan VI dapat menghasilkan dan
menguntungkan untuk beberapa jenis tanaman tertentu seperti buah-buahan,
tanaman hias atau bunga-bungaan dan bahkan jenis sayuran bernilai tinggi dengan
pengelolaan dan tindakan konservasi tanah dan air yang baik. Tanah dalam lahan
Kelas VIII sebaiknya dibiarkan dalam keadaan alami.
Untuk menerapkan dan menggunakan
sistem klasifikasi ini secara benar setidaknya terdapat 14 asumsi yang perlu
dimengerti.
Kelas Kemampuan Lahan
Kelas Kemampuan I
Lahan kelas kemampuan I
mempunyai sedikit penghambat yang membatasi penggunaannya. Lahan kelas I sesuai
untuk berbagai penggunaan pertanian, mulai dari tanaman semusim (dan tanaman
pertanian pada umumnya), tanaman rumput, padang rumputm hutan produksi, dan
cagar alam. Tanah-tanah dalam kelas kemampuan I mempunyai salah satu atau
kombinasi sifat dan kualitas sebagai berikut: (1) terletak pada topografi datar
(kemiringan lereng < 3%), (2) kepekaan erosi sangat rendah sampai rendah,
(3) tidak mengalami erosi, (4) mempunyai kedalaman efektif yang dalam, (5)
umumnya berdrainase baik, (6) mudah diolah, (7) kapasitas menahan air baik, (8)
subur atau responsif terhadap pemupukan, (9) tidak terancam banjir, (10) di
bawah iklim setempat yang sesuai bagi pertumbuhan tanaman umumnya.
Kelas Kemampuan II
Tanah-tanah dalam lahan kelas
kemampuan II memiliki beberapa hambatan atau ancaman kerusakan yang mengurangi
pilihan penggunaannya atau mengakibatkannya memerlukan tindakan konservasi yang
sedang. Lahan kelas II memerlukan pengelolaan yang hati-hati, termasuk di
dalamnya tindakan-tindakan konservasi untuk mencegah kerusakan atau memperbaiki
hubungan air dan udara jika tanah diusahakan untuk pertanian tanaman semusim.
Hambatan pada lahan kelas II sedikit, dan tindakan yang diperlukan mudah
diterapkan. Tanah-tanah ini sesuai untuk penggunaan tanaman semusim,
tanaman rumput, padang penggembalaan, hutan produksi dan cagar alam.
Hambatan atau ancaman kerusakan pada
lahan kelas II adalah salah satu atau kombinasi dari faktor berikut: (1) lereng
yang landai atau berombak (>3 % – 8 %), (2) kepekaan erosi atau tingkat
erosi sedang, (3) kedalaman efetif sedang (4) struktur tanah dan daya olah
kurang baik, (5) salinitas sedikit sampai sedang atau terdapat garam Natrium
yang mudah dihilangkan akan tetapi besar kemungkinabn timbul kembali, (6)
kadang-kadang terkena banjir yang merusak, (7) kelebihan air dapat diperbaiki
dengan drainase, akan tetapi tetap ada sebagai pembatas yang sedang
tingkatannya, atau (8) keadaan iklim agak kurang sesuai bagi tanaman atau
pengelolannya.
Kelas Kemampuan III
Tanah-tanah dalam kelas III
mempunyai hambatan yang berat yang mengurangi pilihan pengunaan atau memerlukan
tindakan konservasi khusus atau keduanya. Tanah-tanah dalam lahan kelas III
mempunyai pembatas yang lebih berat dari tanah-tanah kelas II dan jika
digunakan bagi tanaman yang memerlukan pengolahan tanah, tindakan konservasi
yang diperlukan biasanya lebih sulit diterapkan dan dipelihara. Lahan kelas III
dapat digunakan untuk tanaman semusim dan tanaman yang memerlukan pengolahan
tanah, tanaman rumput, padang rumput, hutan produksi, hutan lindung dan suaka
marga satwa.
Hambatan yang terdapat pada tanah
dalam lahan kelas III membatasi lama penggunaannya bagi tanaman semusim,
waktu pengolahan, pilihan tanaman atau kombinasi pembatas-pembatas tersebut.
Hambatan atau ancaman kerusakan mungkin disebabkan oleh salah satu atau
beberapa hal berikut: (1) lereng yang agak miring atau bergelombang (>8 –
15%), (2) kepekaan erosi agak tinggi sampai tinggi atau telah mengalami erosi
sedang, (3) selama satu bulan setiap tahun dilanda banjir selama waktu lebih
dari 24 jam, (4) lapisan bawah tanah yang permeabilitasnya agak cepat, (5)
kedalamannya dangkal terhadap batuan, lapisan padas keras (hardpan),
lapisan padas rapuh (fragipan) atau lapisan liat padat (claypan)
yang membatasi perakaran dan kapasitas simpanan air, (6) terlalu basah
atau masih terus jenuh air setelah didrainase, (7) kapasitas menahan air
rendah, (8) salinitas atau kandungan natrium sedang, (9) kerikil dan batuan di
permukaan sedang, atau (1) hambatan iklim yang agak besar.
Kelas kemampuan IV
Hambatan dan ancaman kerusakan pada
tanah-tanah di dalam lahan kelas IV lebih besar dari pada tanah-tanah di dalam
kelas III, dan pilihan tanaman juga lebih terbatas. Jika digunakan untuk
tanaman semusim diperlukan pengelolaan yang lebih hati-hati dan tindakan
konservasi yang lebih sulit diterapkan dan dipelihara, seperti teras bangku,
saluran bervegatasi dan dam penghambat, disamping tindakan yang dilakukan untuk
memelihara kesuburan dan kondisi fisik tanah. Tanah di dalam kelas IV dapat
digunakan untuk tanaman semusim dan tanaman pertanian dan pada umumnya, tanaman
rumput, hutan produksi, padang penggembalaan, hutan lindung dan cagar alam.
Hambatan atau ancaman kerusakan
tanah-tanah di dalam kelas IV disebabkan oleh salah satu atau kombinasi
faktor-faktor berikut: (1) lereng yang miring atau berbukit (> 15% – 30%),
(2) kepekaan erosi yang sangat tinggi, (3) pengaruh bekas erosi yang agak berat
yang telah terjadi, (4) tanahnya dangkal, (5) kapasitas menahan air yang
rendah, (6) selama 2 sampai 5 bulan dalam setahun dilanda banjir yang lamanya
lebih dari 24 jam, (7) kelebihan air bebas dan ancaman penjenuhan atau
penggenangan terus terjadi setelah didrainase (drainase buruk), (8) terdapat
banyak kerikil atau batuan di permukaan tanah, (9) salinitas atau kandungan
Natrium yang tinggi (pengaruhnya hebat), dan/atau (1) keadaan iklim yang
kurang menguntungkan.
Kelas Kemampuan V
Tanah-tanah di dalam lahan kelas V
tidak terancam erosi akan tetapi mempunyai hambatan lain yang tidak praktis
untuk dihilanghkan yang membatasi pilihan pengunaannya sehingga hanya sesuai
untuk tanaman rumput, padang penggembalaan, hutan produksi atau hutan lindung
dan cagar alam. Tanah-tanah di dalam kelas V mempunyai hambatan yang membatasi
pilihan macam penggunaan dan tanaman, dan menghambat pengolahan tanah bagi
tanaman semusim. Tanah-tanah ini terletak pada topografi datar tetapi tergenang
air, selalu terlanda banjir, atau berbatu-batu (lebih dari 90 % permukaan tanah
tertutup kerikil atau batuan) atau iklim yang kurang sesuai, atau mempunyai
kombinasi hambatan tersebut.
Contoh tanah kelas V adalah: (1)
tanah-tanah yang sering dilanda banjir sehingga sulit digunakan untuk penanaman
tanaman semusim secara normal, (2) tanah-tanah datar yang berada di bawah iklim
yang tidak memungknlah produksi tanaman secara normal, (3) tanah datar atau
hampir datar yang > 90% permukaannya tertutup batuan atau kerikil, dan atau
(4) tanah-tanah yang tergenang yang tidak layak didrainase untuk tanaman
semusim, tetapi dapat ditumbuhi rumput atau pohon-pohonan.
Kelas Kemampuan VI
Tanah-tanah dalam lahan kelas VI
mempunyai hambatan yang berat yang menyebabkan tanah-tanah ini tidak sesuai
untuk pengunaan pertanian. Penggunaannya terbatas untuk tanaman rumput atau
padang penggembalaan, hutan produksi, hutan lindung, atau cagar alam.
Tanah-tanah dalam lahan kelas VI mempunyai pembatas atau ancaman kerusakan yang
tidak dapat dihilangkan, berupa salah satu atau kombinasi faktor-faktor
berikut: (1) terletak pada lereng agak curam (>30% – 45%), (2) telah
tererosi berat, (3) kedalaman tanah sangat dangkal, (4) mengandung garam laut
atau Natrium (berpengaruh hebat), (5) daerah perakaran sangat dangkal, atau (6)
iklim yang tidak sesuai.
Tanah-tanah kelas VI yang terletak
pada lereng agak curam jika digunakan untuk penggembalaan dan hutan produksi
harus dikelola dengan baik untuk menghindari erosi. Beberapa tanah di
dalam lahan kelas VI yang daerah perakarannya dalam, tetapi terletak pada
lereng agak curam dapat digunakan untuk tanaman semusim dengan tindakan
konservasi yang berat seperti, pembuatan teras bangku yang baik.
Kelas Kemampuan VII
Lahan kelas VII tidak sesuai untuk
budidaya pertanian, Jika digunakan untuk padanag rumput atau hutan produksi
harus dilakukan dengan usaha pencegahan erosi yang berat. Tanah-tanah dalam
lahan kelas VII yang dalam dan tidak peka erosi jika digunakan unuk tanaman
pertaniah harus dibuat teras bangku yang ditunjang dengan cara-ceara vegetatif
untuk konserbvasi tanah , disamping yindkan pemupukan. Tanah-tanah kelas VII
mempunuaio bebetapa hambatan atyai ancaman kerusakan yang berat da tidak
dapatdihiangkan seperti (1) terletak pada lereng yang curam (>45 % – 65%),
dan / atau (2) telah tererosi sangat berat berupa erosi parit yang sulit
diperbaiki.
Kelas kemampuan VIII
Lahan kelas VIII tidak sesuai untuk
budidaya pertanian, tetapi lebih sesuai untuk dibiarkan dalam keadaan alami.
Lahan kelas VIII bermanfaat sebagai hutan lindung, tempat rekreasi atau cagar
alam. Pembatas atau ancaman kerusakan pada lahan kelas VIII dapat berupa: (1)
terletak pada lereng yuang sangat curam (>65%), atau (2) berbatu atau
kerikil (lebih dari 90% volume tanah terdiri dari batu atau kerikil atau
lebih dari 90% permukaan lahan tertutup batuan), dan (3) kapasitas menahan air
sangat rendah. Contoh lahan kelas VIII adalah puncak gunung, tanah mati,
batu terungkap, dan pantai pasir.
Sumber: Sitanala Arsyad (2006). Konservasi Tanah dan Air. Bogor: IPB Press.
0 komentar:
Post a Comment
Terima kasih atas kujungan anda. Komentar anda akan sangat bermanfaat untuk kemajuan blog ini.