PENDAHULUAN
lada
di Indonesia merupakan komoditas ekspor tradisional yang 95% ditanam
dengan sistem perkebunan rakyat, dengan total area lebih dari 120
hektar. Ketika terjadi Perang Dunia II, Indonesia merupakan penghasil
lada terbesar di dunia, tetapi saat ini posisi Indonesia sebagai
produsen lada tersaingi oleh Vietnam, yang produksi ladanya mencapai dua
kali produksi Indonesia (Sinar Tani, 22-28 September 2010 No 3372).
Pada
tahun 2001, Indonesia hanya mampu memenuhi 27% kebutuhan dunia. Isu
nasional akibat penurunan ini antara lain karena tingkat produktivitas
tanaman dan produksinya yang rendah, tingginya tingkat kehilangan hasil
lada akibat serangan hama dan
penyakit, usaha tani yang belum efisien dan masih rendahnya proses alih teknologi ke tingkat petani (Media Perkebunan, Juni 2005).
penyakit, usaha tani yang belum efisien dan masih rendahnya proses alih teknologi ke tingkat petani (Media Perkebunan, Juni 2005).
Lada
di Kalimantan Barat merupakan salah satu komoditas tanaman perkebunan
yang dapat menunjang perekonomian dan kehidupan masyarakat daerah ini.
Hal ini beralasan sekali karena sebagian besar penduduk Kalimantan Barat
masih mengandalkan sumber penghasilan dari lada. Pada
tahun 2005 luas areal tanaman lada di Kalimantan Barat mencapai 9.759 Ha
dengan perincian masing-masing luas areal tanaman muda 3.361 Ha, tanaman menghasilkan 4.151 Ha, dan tanaman
tua/rusak 2.882 Ha. Jumlah petani 20.440 KK dan jumlah produksi
rata-rata 1.059 Kg/Ha/thn. Tanaman lada di Kalimantan Barat tersebar di Kabupaten Pontianak, Landak, Sambas, Bengkayang, Sintang, Sanggau, Sekadau, Melawi, Ketapang dan Kapuas Hulu (Anonim, 2005).
Banyak faktor yang menjadi kendala dalam budidaya lada, diantaranya adalah serangan penyakit busuk pangkal batang (BPB) yang disebabkan oleh jamur Phytophthora capsici. Penyakit ini merupakan organisme pengganggu tumbuhan paling berbahaya dan paling merugikan bagi petani lada.
Secara Nasional, serangan penyakit busuk pangkal batang dapat menyebabkan kerugian 10-15 % per tahun. Ditjenbun
melaporkan penyakit tersebut pada akhir tahun 2007 menyebabkan
kehilangan hasil sebesar Rp. 19 milyar dengan luas kerusakan 7,3666 ha Serangan
paling mematikan apabila Phytophthora menyerang pangkal batang dan akar
tanaman. Penyakit BPB juga dapat menyerang bagian pucuk daun yang
menyebabkan terjadi bercak pada bagian ujung, tengah atau tepi daun. Tanaman muda sampai tanaman yang telah berumur lebih dari dua tahun dapat terserang penyakit BPB.
EKOBIOLOGI PENYAKIT BUSUK PANGKAL BATANG LADA
Penyakit
busuk pangkal batang disebabkan oleh jamur Phytophthora capsici.
Penyakit ini pertama kali ditemukan di Lampung Selatan tahun 1885. Jamur
P. capsici dapat menyerang semua umur/stadia tanaman, mulai dari
pembibitan sampai tanaman produksi. Serangan yang membahayakan apabila
terjadi pada pangkal batang atau akar karena menyebabkan kematian
tanaman dengan cepat. Gejala serangan dini sulit diketahui, gejala yang
nampak yaitu kelayuan tanaman menunjukkan serangan telah lanjut. Pangkal
batang yang terserang menjadi berwarna hitam; pada keadaan lembab akan
nampak lendir yang berwarna kebiruan di permukaannya dan akhirnya
kematian tanaman.
Serangan
P. capsici pada daun menyebabkan gejala bercak daun pada bagian tengah
atau tepi daun. Sepanjang tepi bercak tersebut bagian gejala berwarna
hitam bergerigi seperti renda yang akan nampak jelas bila gejala masih
segar; bagian tersebut tidak nampak apabila daun telah mengering atau
pada gejala lanjut. Daun-daun sakit merupakan sumber inokulum bagi
tangkai atau cabang sehat yang berada di dekatnya. Infeksi pada daun
biasanya terjadi setelah turun hujan. Apabila selama waktu hujan angin
kencang, maka propagul P. capsici dapat terbawa dan menyebar ke daun
tanaman di sekitarnya. Apabila serangan patogen terjadi pada satu
tanaman dalam suatu kebun, maka dapat diperkirakan 1-2 bulan kemudian
penyakit akan menyebar ke tanaman di sekitarnya. Penyebaran penyakit
akan lebih cepat pada musim hujan, terutama pada pertanaman lada yang
disiang bersih.
P.
capsici sebagai penyebab penyakit busuk pangkal batang lada juga dapat
menyerang tanaman kelapa, karet, coklat, kayu manis, vanili, jambu
mente, sirih, cabai jawa, dan kemukus. Disamping itu gulma sering tumbuh
di sekitar tanaman lada dapat terinfeksi pathogen tersebut seperti
rumput naman (Cleome rutidosperma) dan mekanis (Kasim dan Prayitno,
1991).
Diskripsi dan Gejala
Sebenarnya
pada tanaman lada dikenal dua penyakit utama yang menyebabkan layu
diantaranya layu cepat dan layu lambat. Namun, justru penyakit layu
cepat atau yang dikenal BPBL ini yang lebih banyak merusak tanaman lada.
Penyakit Busuk Pangkal Batang Lada ini disebabkan oleh jamur patogen
Phytophthora capsici. Kadang, petani seringkali terkecoh dan sulit
membedakan gejala antara penyakit layu lambat dengan layu cepat
tersebut. Padahal identifikasi gejala ini merupakan bagian penting dalam
menentukan penyakit yang menyerang tanaman lada. Dan hal ini sangat
mempengaruhi bagaimana cara dan strategi pengendaliannya. Gejala layu
akibat serangan patogen busuk pangkal batang biasanya
nampak seperti tanaman kekeringan, sedangkan akibat penyakit kuning,
ditunjukkan dengan daun menggantung kaku dan makin lama makin mengarah
ke batang tanaman.
Penyakit P. Capsici biasanya
menyerang tanaman bagian pangkal batang dan akar. Namun dalam keadaan
tertentu dapat juga menyerang bagian daun, cabang dan buah. Infeksi pada
bagian pangkal batang biasanya terjadi kurang lebih setinggi 30 – 35 cm
dari permukaan tanah. Serangan terbesar biasanya terjadi pada saat
musim hujan. Karena pada saat itu, cuaca yang ada sangat mendukung bagi
pertumbuhan dan perkembangan patogen pada tanaman. Penampakannya bisa
kita lihat apabila pangkal batang diiris secara membujur terlihat
garis-garis yang berwarna coklat kehitam-hitaman dan kemudian membusuk.
Gejala serangan dini pada bagian batang maupun akar sulit diketahui.
Gejala yang khas dari penyakit ini adalah kelayuan tanaman. Infeksi pada
pangkal batang menyebabkan terjadinya perubahan wana kulit menjadi
hitam. Pada keadaan lembab, gejala hitam tersebut nampak seperti
berlendir berwarna agak biru. Kulit pangkal batang tersebut
kadang-kadang terlepas dan tinggal jaringan pembuluh yang berwarna
coklat. Daun-daun yang layu seringkali tetap tergantung dan berubah
warna coklat sampai hitam.
Pada
tingkat serangan yang berat, seluruh bagian dari batang dan akar yang
terserang akan mengalami pembusukan. Patogen ini akan merusak jaringan
Xylem dan Phloem sehingga translokasi hara dan air ke daun dan
translokasi hasil metabolis dari daun ke seluruh bagian tanaman menjadi
terhambat. Akibatnya daun menjadi layu, kemudian daunnya gugur dan
berakhir dengan kematian. Berdasarkan proses kelayuannya, serangan BPBL
membuat daun menjadi menguning dan diikuti dengan gugurnya daun-daun.
Gugurnya daun berangsur-angsur dari bagian tengah berwarna abu-abu. Daun
yang terserang kemudian menjadi keriput dan akhirnya gugur.
Menurut
Manohara dan Machmud (1996), proses penyebaran patogen ada dua cara
yaitu cara langsung menembus kutikula dan tidak langsung yaitu melalui
stomata dan lubang alami. Penetrasi terjadi antara 4 – 6 jam setelah
inokulasi dan penetrasi langsung lebih umum terjadi. Infeksi lebih mudah
terjadi melalui permukaan bawah daun dan setelah 18 jam diinokulasi,
gejala tampak berupa titik coklat di atas permukaan daun.
Penyebab
Pertama kali patogen penyebab BPB diidentifikasikan oleh Muller
(1936) sebagai Phytophthora palmivora Butler var. piperis. Jamur
tersebut termasuk dalam famili Pythiacea, ordo Peronosporales, kelas
Oomycetes (Alexopoulus dan Mims, 1979). Peneliti lain
mengidentifikasikan patogen tersebut dengan berbagai nama antara lain P.
colocasiae di Malaysia dan India, P. palmivora di Brasil, Puerto rico
(Alconero et al., 1972), Serawak Malaysia (Turner, 1969) dan Indonesia
(Harper, 1974). Kasim (1978) mengidentifikasikan jamur patogen yang
menyerang tanaman lada di Lampung sebagai P. capsici.
Penelitian lebih lanjut dilakukan oleh Tsao, Kasim dan Mustika (1977) terhadap morfologi, pertumbuhan, perkembangbiakan aseksual
dan seksual dari jamur patogen yang berasal dari Lampung dan Bangka.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa semua isolat yang
diidentifikasi adalah P. palmivora Morphological Form 4 (MF 4) Sensu
Brasier and Griffin.
Selanjutnya
berdasarkan pengamatan morfologi, reproduksi, elektroforesis protein
dan isozim dari isolat-isolat Phytophthora asal lada, Alizadeh dan Tsao
(1984) menyatakan bahwa terdapat beberapa persamaan antara P. palmivora
MF 4 dan P. capsici. Kemudian pada pertemuan internasional peneliti
coklat di Santo Domingo, Tsao dan Alizadeh (1988) mengumumkan deskripsi
klasifikasi dari P. capsici yang telah disempurnakan dan menyatakan
perubahan nama dari P. palmivora MF 4 menjadi P. capsici.
Pengamatan
terhadap isolat Phytophthora asal Lampung, Jabar, Jatim, Bangka,
Kalimantan Barat telah dilakukan oleh Manohara dan Sato (1992), ternyata
semua isolat yang diidentifikasi termasuk P. palmivora MF 4, kecuali
ada beberapa isolat asal Kalimantan Barat tidak termasuk jenis tersebut,
dan semua isolat P. palmivora MF 4 yang telah diidentifikasi tersebut
lebih cocok diberi nama P. capsici.
Miselium
P. capsici tidak bersepta dan mengandung banyak inti diploid. Jamur
tersebut berkembang biak dengan dua cara yaitu secara aseksual dan
seksual. Secara aseksual membentuk sporangium. Bentuk sporangium
bervariasi dengan perbandingan panjang dan lebar berkisar antara 1,3 –
1,8. Sporangium berpapila, kadang-kadang dijumpai
sporangium yang mempunyai dua papila. Zoospora keluar dari sporangium
melalui papila apabila sporangium telah masak dan adanya lapisan air.
Adanya lapisan air tersebut memungkinkan zoospora untuk berenang.
Zoospora merupakan salah satu bentuk inokulum yang penting bagi
penyebaran penyakit busuk pangkal batang.
Perkembangbiakan
jamur secara seksual menghasilkan oospora. Oospora dibentuk apabila ada
dua jenis tipe jodoh hifa yang serasi. Oospora berbentuk bulat,
berdinding tipis, tidak berwarna pada waktu muda dan berwarna kuning
hingga coklat keemasan apabila telah masak. Hasil pengamatan Manohara
dkk (1993) secara in vitro ternyata oospora hasil perkawinan dua isolat
lada, paling banyak terbentuk pada suhu 200C dan diinkubasi dalam
keadaan gelap. Oospora tersebut dapat terbentuk dalam jaringan daun dan
batang yang diinkubasi pada kisaran suhu 16-28 0C sedangkan pada akar
terjadi pada kisaran suhu 16-28 0C (Wahyuno dan Manohara, 1995). Dua
tipe jodoh P. capsici telah dijumpai di daerah Lampung dan Kalimantan
Barat, tetapi bentuk oospora belum pernah dijumpai.
Serangan
P. capsici pada tanaman lada banyak terjadi pada musim hujan. Pada saat
itu keadaan suhu yang rendah dan kelembaban yang tinggi serta didukung
oleh adanya nutrisi yang cukup akan merangsang struktur istirahat jamur
patogen untuk berkecambah. Tetesan air hujan yang jatuh ke tanah dapat
membantu memudahkan propagul dari tanah ke daun yang didekatnya sehingga
memungkinkan terjadinya infeksi. Pada serangan lanjut mengakibatkan
terbentuknya sporangium pada permukaan bawah daun dan bila ada lapisan
air memungkinkan terbentuknya zoospora. Apabila selama hujan disertai
angin maka sporangium atau zoospora yang telah terbentuk akan terlepas
dan terbawa angin menyebar ke tanaman di sekitarnya.
Zoospora
disebut juga sebagai spora kembar, karena dapat berenang bila ada
lapisan air. Lama geraknya tergantung suhu air bebas. Tiga puluh menit
setelah zoospora berhenti bergerak, akan terjadi perkecambahan bila
lingkungan memungkinkan. Bila lingkungan tidak menguntungkan maka akan
terbentuk struktur istirahat. Kemampuan patogen bertahan hidup di dalam
tanah mempunyai peranan penting sebagai sumber inokulum primer.
Serangan
P. capsici pada tanaman lada banyak terjadi di musim hujan. Pada saat
musim tersebut, keadaan suhu yang rendah dan kelembaban yang tinggi
serta didukung adanya nutrisi yang cukup akan merangsang spora jamur
patogen untuk berkecambah. Tetesan air hujan yang jatuh ke tanah
diyakini dapat membantu memindahkan sumber penyakit berupa propagul dari
tanah ke daun atau kepada tanaman lain yang tidak terinfeksi. Apabila
selama hujan disertai angin , maka sporangium tersebut akan terlepas,
terbawa angin dan dapat menyebar ke seluruh tanaman lada yang ada di
areal. Zoospora sebagai spora kembar dapat berenang pada lapisan air.
Makin lama zoospora tersebut dapat bergerak, makin besar peluangnya
untuk menemukan inang yang sesuai.
Mikroorganisme dapat berkembang biak apabila suhu lingkungannya optimum yaitu berkisar 24-28 oC. Dengan suhu tanah sekitar 26-28 oC,
dapat menjadi lingkungan yang kondusif bagi perkembangan dan
pertumbuhan jamur tersebut. Selain itu, P. capsici dapat hidup baik pada
kisaran pH 4-7 dimana pada kisaran itu merupakan syarat agar tanaman
lada tumbuh dengan baik. Selain oleh angin, air maupun udara, ternyata
penyebaran jamur P. capsici tersebut dapat juga dilakukan oleh media
lain seperti sepatu, alat-alat pertanian, ternak, siput/keong, bahkan manusia.
PENGENDALIAN PENYAKIT BUSUK PANGKAL BATANG LADA
Sejak
tahun 1995 Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balittro) Bogor
telah merekomendasikan paket teknologi pengendalian penyakit busuk
pangkal batang lada dan telah dicoba untuk diterapkan di tingkat petani
dalam skala terbatas dengan hasil yang cukup memuaskan.
Paket
teknologi pengendalian penyakit busuk pangkal batang lada (BPB) yang
telah direkomendasikan oleh Balittro Bogor dan dapat dilakukan oleh
petani lada di areal pertanamannya yang secara bertahap adalah sebagai
berikut:
- Aplikasi bubur bordo, disiramkan di sekitar tanaman lada yang menunjukkan gejala sakit dan tanaman lada sehat yang berada di sekitar tanaman yang sakit. Untuk mengganti tanaman yang mati, sebelum penanaman lubang tanam diberi bubur bordo.
- Bibit yang digunakan berasal dari sulur panjat, sebaiknya menggunakan bibit dari varietas Natar I
- Membuat rorak secara diagonal diantara 3-5 baris tanaman lada. Adanya rorak akan menghambat penyebaran spora P. capsici. Dalam rorak tersebut dimasukkan bekas pangkasan, tajar dan pengkasan tanaman penutup tanah dan ditaburi dengan jamur Trichoderma harzianum untuk mempercepat pelapukan sehingga nantinya dapat digunakan sebagai pupuk organik.
- Membuat parit drainase di sekeliling kebun agar tidak ada air yang tergenang di dalam kebun
- Pemangkasan/pembuangan sulur liar (sulur cacing dan sulur gantung), kalau dibiarkan akan merugikan tanaman lada karena sulur tersebut tidak akan menghasilkan buah tetapi tetapi ikut memanfaatkan hara yang ada di tanah
- Pemangkasan tajar dilakukan setiap seminggu sebelum pemupukan (pupuk buatan)
- Aplikasi agen hayati Trichoderma harzianum untuk semua tanaman lada di area pertanaman
- Pemupukan N,P,K,Mg dengan perbandingan unsur K lebih tinggi dari N. Unsur K yang relatif tinggi akan memperkuat jaringan tanaman sehingga lebih tahan terhadap infeksi patogen
- Penanaman Arachis pintoi. Bunga-bunga yang diproduksi oleh tanaman penutup tanah ini merupakan sumber nutrisi bagi berbagai jenis musuh alami OPT lada. Arachis sp juga dapat menahan penyebaran spora patogen BPB sekaligus dapat digunakan sebagai campuran pakan ternak (kambing)
- Penyiangan terbatas/bobokor. Penyiangan terbatas dilakukan dibawah kanopi tanaman lada dengan tujuan agar tanaman penutup tanah dengan tanaman lada tidak bersaing dalam mendapatkan nutrisi.
- Pemeliharaan ternak (kambing) dan penanaman rumput gajah di sekeliling kebun lada. Ternak harus dikandangkan, kotoran ternak dapat dijadikan pupuk organik yang diperlukan untuk tanaman lada.
Selain
tindakan-tindakan tersebut, kegiatan yang tak kalah pentingnya adalah
melakukan pengamatan dan sanitasi lahan yang dilakukan secara intensif
dan periodik seminggu sekali agar pengendalian dan identifikasi penyakit
dapat diketahui lebih dini. Bila saat dilakukan pengamatan ditemukan
gejala serangan pada satu tanaman, maka tindakan pertama yang dapat
dilakukan adalah dengan membuang/memusnahkan tanaman tersebut sesegera
mungkin agar tidak menular kepada tanaman lain.
============================
DAFTAR PUSTAKA
- Dyah Manohara dan Nurheru. 2007. Hama dan Penyakit Utama Tanaman Lada dan Pengendaliannya. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Aneka Tanaman Industri. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29 No 4, 2007 hal 5-6. Diakses dari http://www.pustaka-deptan.go.id/publikasi/wr294073.pdf
- Translampung.com. 2010. Penyakit Busuk Pangkal Batang Petani Lada Harus Waspada. http://translampung.com/ruwa-jurai/lampura/4886-penyakit-busuk-pangkal-batang-petani-lada-harus-waspada.html. diakses tanggal 9 November 2010
- Media Perkebunan. 2005. Benarkah…..! Penyakit Busuk Pangkal Batang Merugikan Petani Lada…?. Majalah Media Perkebunan Edisi Juni-Juli 2005 halaman 16-17.
- Sinar Tani. 2010. Gunakan Varietas Tahan Hama dan Pengendalian Secara Hayati Jurus Menghadapi Isu Pembatasan Residu Pestisida Pada Lada. Majalah Sinar Tani Edisi 22-28 September 2010 No 3372 tahun XLI halaman 14
- Dyah Manohara dan Dono Wahyuno. 2009. kontroversi penggunaan bungkil jarak pada penyakit Busuk Pangkal Batang dan Penyakit Kuning Tanaman Lada. Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri Vol 15 Nomor 2, Agustus 2009 Hal 1-4
- Media Perkebunan. 2009. Mengenal OPT di Komoditi Perkebunan (2008). Majalah Media Perkebunan Edisi 71 periode 25 April – 25 Mei 2009 hal 64-66.
- Rudi T Setiyono. 2009. Perakitan lada hibrida tahan terhadap penyakit busuk pangkal batang. Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri Volume 15 Nomor 2, Agustus 2009. Halaman 19-20
- Anonim, 1996. Materi Pelatihan Deteksi Dini Penyakit Tanaman Perkebunan. Kerjasama Direktorat Jenderal Perkebunan, Direktorat Bina Perlindungan Tanaman dan Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Juli 1996.
- http://erlanardianarismansyah.blogspot.com/2010/11/busuk-pangkal-batang-penyakit-utama.html
0 komentar:
Post a Comment
Terima kasih atas kujungan anda. Komentar anda akan sangat bermanfaat untuk kemajuan blog ini.