POLITIK PERTANIAN

Written By Unknown on 15/07/2013 | 9:46 pm



Pendahuluan

Jalan panjang yang telah ditempuh bangsa Indonesia untuk mewujudkan tatanan ekonomi yang lebih adil dan mensejahterakan seluruh rakyat, dapat dikatakan berawal dengan mencari Alternatif terhadap ekonomi liberal zaman kolonial (1830-1870). Sebagaimana diketahui sistem kapitalisme Eropah meluas ke Benua Asia dan Afrika dalam wujud kolonialisme, sesuai dengan sifat kapitalisme yang ekspansif.
Pertimbangan ekonomi politik ekspansi tersebut ialah guna menguasai sumber-sumber kekayaan alam, tenaga murah dan pasaran yang sangat potensial karena ratusan juta penduduk, serta kesediaan tanah yang luas. (E. Wallerstein, 1974, Rutgers, 1937).

Disamping terjadinya eksploitasi tenaga kerja manusia (J. C. Breman, 1987) yang sudah melampaui batas-batas perikemanusiaan, meluasnya ekonomi uang ke dalam masyarakat pedesaan merusak sendi-sendi kehidupan masyarakat tersebut, sehingga ketergantungan dari perekonomian kita semakin kuat. Terhadap eksploitasi petani dan buruh perkebunan tadi, sejak awal abad ke-20 mulai timbul oposisi kaum sosialis di Belanda yang kemudian berpengaruh kepada golongan-golongan Belanda-Hindia juga Politik Etnik (1900) mulai diterapkan dengan memberikan pelayanan kesehatan umum yang lebih baik, memperluas kesempatan menempuh pendidikan, serta memberikan otonomi desa yang lebih besar (1906). Di jajaran birokrasi Hindia-Belanda yang dipimpin oleh orang-orang Belanda juga, untungnya terdapat tokoh-tokoh yang progresif juga dan ajaran-ajaran sosial demokrat memasuki masyarakat kita (Rutgers, 1937).

Perluasan kesempatan pendidikan membuka peluang bagi putera-puteri pribumi untuk mengenal dasar-dasar Demokrasi Barat yang memang tumbuh bersamaan dengan Liberalisme dan Kapitalisme. Tetapi di Eropa pengendalian Kapitalisme dini (vroeg-kapitalisme) sudah mulai menjelang abad ke-19, dan kaum sosial-demokrat diseluruh Eropa Barat memegang peranan penting dalam usaha ke arah membangun suatu negara sejahtera (welfare state).

Lebih-lebih setelah perang dunia pertama (1914 - 1918) dan krisis ekonomi dunia (1930) politisi dan pakar ekonomi Barat semakin yakin bahwa pemerintah mempunyai peranan penting dalam turut mengawasi perputaran roda ekonomi, apabila kesejahteraan rakyat ingin diciptakan secara merata.
Sistem hukum, baik yang membatasi monopoli dan oligopoli, maupun yang mengatur hak buruh dan kewajiban para pemodal dikembangkan, agar segi-segi negatif kepitalisme dapat ditiadakan, atau paling tidak dikurangi dampaknya.


Definisi Politik Pertanian

Pengertian politik dalam perkataan politik pertanian, kadang-kadang diasosiasikan dengan politik yang berkaitam dengan cara-cara kelompok masyarakat mencapai tujuan (politiknya). Dalam kenyataan memang kaitan itu ada. Petani sebagai kelompok masyarakat yang mempunyai kepentingan tertentu, memang selalu berjuang untuk memajukan kepentingan mereka baik dalam meminta harga yang lebih memadai bagi hasil-hasil produksinya, maupun dalam mengusahakan dasar tukar (terms of trade) yang tidak merugikan mereka.

Politik pertanian sebagai ilmu tidak bertujuan membela sesuatu kepentingan tertentu. Tugasnya adalah menganalisis berbagai faktor yang perlu diperhatikan dalam merumuskan kebijakan pertanian. Faktor-faktor ini mencakup faktor-faktor ekonomi,social, politik, budaya, teknik, dan lain-lain.
Politik pertanian pada dasarnya merupakan kebijakan pemerintah untuk memperlancar dan mempercepat laju pembangunan pertanian. Dan pembangunan pertanian tidak hanya menyangkut kegiatan petani saja, tetapi juga perusahaan-perusahaan pertanian dan perkebunan, perusahaan-perusahaan pengangkutan, perkapalan, perbankan, asuransi atau lembaga-lembaga pemerintah dan semi pemerintah.

Akan ternyata, bahwa syarat mutlak berhasilnya pembangunan pedesaan adalah tetap berupa pembangunan pertanian. Pertanian adalah mata pencaharian dan lapangan kerja pokok penduduk pedesaan, sehingga dalam pembangunan pedesaan perhatian utama tetap harus ditujukan pada pembangunan pertanian sebagai sector kegiatan ekonomi yang menonjol.


Pertanian Jaman Kerajaan Kuno

Kerajaan-kerajaan kuno di Asia Tenggara pada umumnya dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu kerajaan-kerajaan agraris dan kerajaan-kerajaan maritim.
Kegiatan utama kerajaan-kerajaan agraris adalah pertanian. Mereka kebanyakan terletak di semenanjung Asia Tenggara. Contoh kerajaan agraris adalah Kerajaan Ayutthaya, yang terletak di delta sungai Chao Phraya, dan Kerajaan Khmer yang berada di Tonle Sap. Kerajaan-kerajaan maritim kegiatan utamanya adalah perdagangan melalui laut. Kerajaan Malaka dan Kerajaan Sriwijaya adalah contoh dari kerajaan maritim.

Segi yang sangat penting di dalam kehidupan suatu masyarakat , adalah mata pencaharian masayarakat pada saat itu. Berdasarkan bukti-bukti dan sumber yang ada sampai saat ini, dapatlah di duga bagaimana kira-kira mata pencaharian penduduk pada zaman kerajaan kuno. Kalau dugaan tentang barang-barang dagangan yang berasal dari daerah lain dapat diterima, maka kita memperoleh gambaran bahwa pada masa itu perburuan, pertambangan, perikanan dan perniagaan termasuk mata pencarian penduduk kerajaan kuno di samping pertanian, pelayaran, dan perternakan.




Pertanian Jaman Penjajahan Belanda

Pada masa penjajahan Belanda, lembaga yang menyelenggarakan pembinaan pertanian di Jawa Barat adalah Provinciale Lanbouw Voorlichtings Dienst (LVD) yang dikepalai oleh seorang Inspektur berkebangsaan Belanda yang disebut Landbouw inspecteur. Lembaga ini diperkirakan telah berdiri sejak tahun 1912.

Fungsi lembaga ini adalah untuk memberikan pembinaan terhadap para petani pribumi untuk meningkatkan produksi sedangkan alih teknologi diberikan dalam batas-batas tertentu karena atas dasar pertimbangan politis.

Kelembagaan LVD terdiri dari 2(dua) bagian yaitu :
a. Bagiatan Tanaman Rakyat (Indlandsche landbouw) yang bidang pengelolaannya meliputi Tanaman Padi, Palawija, Sayur-Sayuran dan Buah-Buahan.
b. Bagian Tanaman Keras, yang bidang pengelolaannya meliputi tanaman-tanaman perkebunan seperti Kopi, karet, kapok, kina dan teh.

Satuan organisasi LVD secara organik berada dibawah Departemen Van Landbouw Nijverheid en Handel (Departemen Pertanian, Perindustrian dan Perdagangan) yang berkedudukan di Batavia.
Wilayah kerja LVD adalah :
a. Tingkat provinsi  dikepalai oleh : Inspektur LVD yang berkebangsaan Belanda.
b. Tingkat Karesidenan dikepalai oleh Landbouwconsulenten yang berkebangsaan Belanda
c. Tingkat Kabupaten dikepalai oleh : Adjunct Landbouwconsulenten yang pada umumnya dijabat oleh pribumi.
d. Tingkat Kewedanaan dikepalai oleh : Landbouw opzichters, yang dijabat oleh pribumi.
e. Tingkat Kecamatan dikepalai oleh Mantri Landbouw, yang dijabat oleh Pribumi.

Pada masa penjajahan Belanda terdapat beberapa lembaga khusus yang menyeleggarakan pendidikan di Bidang Pertanian yaitu :
a. Cultur School (CS), berkedudukan di Sukabumi
b. Midlebaare Landbouw School (MLS), berkedudukan di Bogor
c. Landbouw Bedrijf School (LBS), berkedudukan di Tanjungsari kabupaten Sumedang.


Pertanian Jaman Penjajahan Jepang

Awal kedatangan pendudukan Jepang di Indonesia di kota Tarakan pada 10 januari 1942, selanjutnya Jepang melebarkan sayapnya hingga ke Minahasa, Balikpapan, Ambon, Pontianak, Makassar, Banjarmasin, Palembang dan Bali yang berhasil dikuasai Jepang dari kurang waktu Jan- Feb 1942, sedangkan ibukota Jakarta di duduki pada tanggal 05 Maret 1942.
 
Tentara Belanda yang pada saat itu masih berkuasan di Indonesia ke, kesalahan menghadapi serangan tentara Jepang, dan akhirnya Belanda menyerah tanpa syarat pada Jepang tepatnya pada tanggal 08 Maret 1942 di Kalijati-Subang.

Pada jaman pendudukan Jepang, penyelegaraan pembinaan pertanian dilaksanakan oleh Norinka yang bernaung dibawah pemerintahan Jepang.
Kebijaksanaan program maupun sistem pembinaan pertanian ditrapkan tidak berbeda pada jaman Belanda, yaitu memberikan pembinaan kepada para petani untuk meningkatkan produksi akan tetapi tujuannya diperluas dengan sasaran utama untuk memenuhi kebutuhan bahan pangan untuk mensuplai keperluan perang bagi tentara Jepang.

Pada masa Jepang ini, pengelolaan Balai Benih Padi Cihea juga dilanjutkan oleh Norinka. Sedangkan dibidang pendidikan pertanian, pada jaman penjajahan Jepang ini ditandai dengan perubahan nama Landbouw Berdrijf School (LBS) menjadi sekolah Pertanian Pertama.



Pertanian Setelah Kemerdekaan

Pada tahun 1950 lahir Provinsi daerah Tingkat I Jawa Barat yang dibentuk dengan undang-undang Nomor 11 Tahun 1950, undang-undang tersebut memberikan beberapa urusan yang menjadi kewenangan pangkal daerah, diantaranya adalah urusan pertanian.

Dengan terbitnya peraturan perundang-undangan tersebut diatas maka Pemerintah Propinsi Jawa Barat mengeluarkan Surat Keputusan Dewan Pemerintah Daerah sementara Propinsi Jawa Barat Nomor 3/UPO/1952 tanggal 4 Juni 1952 yang pokoknya menetapkan :
1. Membentuk Jawatan Pertanian Rakyat, Jawatan Kehewanan dan Jawatan Perikanan darat.
2. Menunjuk beberapa pejabat sebagai Kepala Jawatan masing-masing

Berdasarkan peraturan pemerintah Nomor 64 Tahun 1957, bagian tanaman perkebunan yang semula termasuk Jawatan Pertanian dipisahkan menjadi lembaga tersendiri bergabung dengan Jawatan Karet Rakyat Jawa Barat yang sekarang menjadi Dinas Perkebunan.

Dengan peraturan dareah Nomor 13/PD-DPRD-GR/ 1961 tentang penyerahan urusan-urusan dalam lapangan pertanian rakyat kepada daerah Tingkat II/Kotapraja di seluruh Jawa Barat dibentuk jawatan pertanian rakyat di daerah Tingkat II. Pembinaan, pengendalian dan pengawasan diberikan oleh Jawatan Pertanian Rakyat Wilayah yang berkedudukan di Keresidenan.

a. Lembaga Perbenihan

1. Pusat Pembibitan Tanaman Jeruk cabang Pasirjati, yang didirikan tahun 1951
2. Balai Pertemuan Masyarakat Desa (BPMD) beserta lahan percontohannya yang merupakan sarana pendidikan non formal dan merupkan cikal bakal Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) yang didirikan tahun 1951.
3. Balai-balai benih dan Percontohan Pertanian Tanah Kering (PPTK) yang tersebar diseluruh Kabupaten diseluruh Jawa Barat ± 219 lokasi yang didirikan bertahap dari tahun 1951-1957.
4. Penyerahan Balai Benih Padi Cihea/PP Cihea dari pemerintah Pusat kepada Pemerintah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat yang didirikan tahun 1955.
5. Berdasarkan peraturan daerah Nomor 13/PD-DPRD-GR/ 1961 maka sebagian besar Balai Benih dan PPTK diserahkan kepada Daerah Tingkat II yang bersangkutan.
6. Pusat Pengembangan Produksi Palawija berkedudukan di Plumbon Kabupaten Cirebon, yang didirikan tahun 1970, merupakan pengembangan dari Balai Benih Kabupaten daerah Tingkat II Cirebon.
7. Perusahaan Pertanian Cihea (PP Cihea)di ubah menjadi Perusahaan Jawatan Tani Makmur cihea berdasarkan Surat keputusan Gubernur Jawa Barat nomor 98/EK/XIII/Pers/70 tanggal 07 April 1970.

b. Lembaga Pendidikan Pertanian

1. Diadakan penambahan jurusan pada Sekolah Mantri Pertanian (SPMP) Tanjungsari dengan sekolah Guru Pertanian (SGP), pada tahun 1951.
2. Pada tahun 1955 nama sekolah pendidikan Mantri pertanian/Sekolah Guru Pertanian diubah menjadi Sekolah Pengamat Pertanian
3. Berdasarkan KepGub. Jawa Barat Nomor 24/VIII-C/E/60 tanggal 24 Agustus 1960 tentang Pendirian Sekolah Pertanian Menengah Atas Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat di Tanjungsari, maka Sekolah Pengamat Pertanian ditingkatkan menjadi Sekolah Pertanian Menengah Atas (SPMA).
4. KepGub. Nomor B.III-7/E.53/Pend/SK/65 tanggal 5 Pebruari 1965 tentang pendirian SPMA ditiap-tiap Kabupaten dibentuk 20 SPMA di 17 Kabupaten.
5. Berdiri SPMA Gegerkalong berdasarkan KepGub Nomor B.III-42/E-50-Pend/SK/65 tanggal 20 Oktober 1965.



Pertanian Masa Awal Kemerdekaan



Setelah Indonesia merdeka maka pada tahun 1945 didirikan Jawatan Pertanian Republik Indonesia yang merupakan Lembaga di bawah Departemen kemakmuran. Kebijaksanaan maupun programnya adalah untuk meningkatkan produksi dan pendapatan petani, sedangkan bidang yang ditanganinya mencakup segala aspek yang menyangkut kemakmuran rakyat, perkebunan, perikanan, kehewanan dan penyalur bahan makanan.

a. Lembaga Perbenihan
Balai Benih Padi Cihea Ex. Norinka dilanjutkan pengelolaannya oleh Jawatan Pertanian Republik Indonesia dengan nama Perusahaan Pertanian Cihea (PP Cihea)

b. Lembaga Pendidikan Pertanian
Pada tahun 1948 sekolah pertanian pertama tanjungsari diubah namanya menjadi sekolah Pendidikan Mantri Pertanian (SPMP).
 





Pertanian Masa Kini



Pada hikikatnya sistem pertanian berkelanjutan adalah kembali kepada alam, yaitu sistem pertanian yang tidak merusak, tidak mengubah, serasi, selaras dan seimbang dengan lingkungan atau pertanian yang patuh dan tunduk pada kaidah-kaidah alamiah. Kata “berkelanjutan” sekarang ini digunakkan secara meluas dalam lingkup program pembangunan, keberlanjutan dapat diartikan sebagai ”menjaga agar suatu upaya terus berlangsung”,  ”kemampuan untuk bertahan dan menjaga agar tidak merosot”. Dalam konteks pertanian, keberlanjutan adalah pengelolaan sumberdaya yang berhasil untuk usaha pertanian guna membantu kebutuhan manusia yang berubah sekaligus mempertahankan atau meningkatkan kualitas lingkungan dan melestarikan sumber daya alam.

Dinegara-negara selatan seperti Indonesia, dicanangkan program intensiifikasi usaha tani, khususnya padi sebagai makanan pokok, dengan mendorong pemakaina benih varietas unggul (high variety vield), pupuk kimia dan obat-obatan pemeberantas hama dan penyakit. Kebijakkan pemerintah saat itumemang secara jelas merekomondasaikan penggunaan energi luar yang dikenal dengan paket Panca Usaha Tani, yang salah satunya menganjurkan penggunaan pupuk kimia dan pestisida.

Terminologi pertanian berkelanjutan (susitainable agriculture) sebagai padanan istilah agroekosistem pertama kali dipakai sekitar awal tahun 1980-an oleh pakar pertanian FAO (Food Agriculture Organization) Argoekosistem sendiri mengacu pada modifikasi ekosistem alamiah dengan sentuhan campurtangan manusia untuk menghasilkan bahan pangan, serat, dan kayu, untuk memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan manusia. Conway (1984) juga menggunakan istilah pertanian berkelanjutan dengan agro ekosistem yang berupaya memadukan antara produktivitas (productivity), stabilitas (Stability), Pemerataan (equlity), jadi semakin jelas bahwa konsep agroekosistem atau pertanian berkelanjutan adalah jawaban kegamangan dampak green revolution anatara lain di tenggarai oleh semakin merosotnya produktivitas pertanian (leaffing off).

Kegagalan pertanian modern memaksa pakar pertanian dan lingkungan berpikir keras dan mencoba merumuskan kembali sistem pertanian ramah lingkungan atau back to nature. Jadi sebenarnay sistem pertaninan berkelanjutan merupakan paradigma lama yang mulai diaktualisasikan kembali menjelang masuk abad ke 21 ini. Hal ini merupakan fenomena keteraturan siklus alamiah sesuai dengan pergantian abad.

Selain system pertanian berkelanjutan, diindonesia juga masih ada yang mengguanakan system tradisional saat ini seperti Sistem ladang merupakan sistem pertanian yang paling primitif. Suatu sistem peralihan dari tahap budaya pengumpul ke tahap budaya penanam. Pengolahan tanahnya sangat minimum, produktivitas bergantung kepada ketersediaan lapisan humus yang ada, yang terjadi karena sistem hutan. Sistem ini pada umumnya terdapat di daerah yang berpenduduk sedikit dengan ketersediaan lahan tak terbatas. Tanaman yang diusahakan umumnya tanaman pangan, seperti padi darat, jagung, atau umbi-umbian.

Sistem tegal pekarangan berkembang di lahan-lahan kering, yang jauh dari sumber-sumber air yang cukup. Sistem ini diusahakan orang setelah mereka menetap lama di wilayah itu, walupun demikian tingkatan pengusahaannya rendah. Pengelolaan tegal pada umumnya jarang menggunakan tenaga yang intensif, jarang ada yang menggunakan tenaga hewan. Tanaman-tanaman yang diusahakan terutama tanaman tanaman yang tahan kekeringan dan pohon-pohonan.

Sistem sawah, merupakan teknik budidaya yang tinggi, terutama dalam pengolahan tanah dan pengelolaan air, sehingga tercapai stabilitas biologi yang tinggi, sehingga kesuburan tanah dapat dipertahankan. Ini dicapai dengan sistem pengairan yang sinambung dan drainase yang baik. Sistem sawah merupakan potensi besar untuk produksi pangan, baik padi maupun palawija. Di beberapa daerah, pertanian tebu dan tembakau menggunakan sistem sawah.





DAFTAR PUSTAKA

FAO. 1989. Sustainable Development and Natural Resources Management. Twenty-Fifth Conference, Paper C 89/2 simp 2, food and Agriculture Organization, Rome
Karwan, A.Salikin.2003. Sistem Pertanian Berkelanjutan .Kanisius. Yogyakarta
Munasinahe, M. 1993. Enviromental Economics and Sustainable Development. Environtment Paper No. 3. The World Bank, Washington, D.C.
Simatupang, P. 1995. Industrialisasi Pertanian Sebagai Strategi Agribisnis dan Pembangunan Pertanian dalam Era Globalisasi. Orasi Pengukuhan Ahli Peneliti Utama. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor.
Reijntjes, Coen Dkk. 2002. Pertanian Masa Depan. Kanisius. Yogyakarta.
http://requestartikel.com/db/arti+politik+pertanian. Diakses tanggal 08 November 2011. 22.00 WIB.
http://indonesiaindonesia.com/f/8749-sejarah-politik-pertanian. Diakses Tanggal 08 November 2011. 22.30 WIB.
http://www.voa-islam.com/news/south-east-asia/2009/07/08/174/sejarah-asia-tenggara-2-zaman-kerajaan-kuno. Diakses tanggal 08 November 2011. 23.00 WIB.



Ditulis Oleh : Unknown ~Balconystair

Muh.Akram Anda sedang membaca artikel berjudul POLITIK PERTANIAN yang ditulis oleh Balconystair Jika Anda menyukai artikel ini, silakan klik like atau tombol g+, Anda diperbolehkan mengcopy paste artikel ini dengan catatan mencantumkan sumbernya. Terima Kasih dan sering-sering mampir, ya.. :) Salam Blogger!!

Blog, Updated at: 9:46 pm

0 komentar:

Post a Comment

Terima kasih atas kujungan anda. Komentar anda akan sangat bermanfaat untuk kemajuan blog ini.


Popular Posts

Balconystair. Powered by Blogger.