PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kegiatan budidaya
pertanian tidak terlepas dari masalah Organisme Pengganggu Tanaman (OPT).
Kerugian yang ditimbulkan pun sangat beragam, mulai dari persentase kecil
hingga yang paling ekstrem, mengakibatkan gagal panen. Hama utama tanaman padi antara lain penggerek
batang padi, wereng coklat, dan tikus. Beberapa hama lainnya yang berpotensi
merusak pertanaman padi adalah wereng punggung putih, wereng hijau, lembing
batu, ulat grayak, pelipat daun, dan walang sangit. Serangan hama tikus di
Indonesia mencapai puncaknya pada tahun 1998, dengan luas serangan 159.000 ha
dan intensitas serangan 24,8%. Penggerek batang merupakan serangga hama yang
terdapat pada semua ekosistem padi dan menyerang tanaman sejak di persemaian
hingga pertanaman. Pada tahun 1990, luas serangan penggerek batang padi putih (Scirpophaga
innotata) pada pertanaman padi mencapai 135.000 ha (Biro Pusat Statistik
1991).
Wereng coklat (Nilaparvata
lugens) merupakan hama yang sangat merugikan tanaman padi di Indonesia, tingkat
serangannya dapat mengakibatkan puso
pada areal yang luas dalam waktu yang singkat. Hama ini mudah beradaptasi dan membentuk
biotipe baru dan dapat berperan sebagai vektor virus kerdil hampa dan virus
kerdil rumput yang daya rusaknya lebih hebat dari hama wereng coklat itu
sendiri. Pada periode 1970-1980, luas serangan wereng coklat mencapai 2,5 juta
ha (Baehaki 1986). Dalam periode 1980-1990, luas serangannya menurun menjadi
50.000 ha, dan dalam periode 1990-2000 meningkat hingga sekitar 200.000 ha
(Baehaki 1999). Pada 2005 serangan wereng coklat terpusat di Jawa dengan
menyerang 56.832 ha pertanaman padi. Berdasarkan penelaahan terhadap serangan
organisme pengganggu tanaman sejak 1985-1995, daerah hama dan penyakit pada
persawahan di Indonesia dapat dibagi ke dalam single dangerous pest area (SDPA),
disebabkan oleh tungro atau wereng coklat saja; double dangerous pest areas (DDPA),
disebabkan oleh tungro dan wereng coklat atau oleh wereng coklat dan penggerek;
triple dangerous pest areas (TDPA), disebabkan wereng coklat, penggerek,
dan tungro, bahkan akan berkembang ke quartet dangerous pest area (QDPA)
(Baehaki dan Hasanuddin 1995).
Pada era revolusi hijau,
berbagai cara dilakukan untuk meningkatkan produksi pertanian secara optimal,
diantaranya penggunaan pestisida kimia dalam mengendalikan OPT. Penggunaan
pestisida kimia ini dinilai efektif dan cepat dalam mengendalikan hama karena
secara kasat mata langsung membunuh hama yang menyerang areal pertanian. Namun
ketergantungan pada pestisida ini terlebih akibat penggunaannya
yang tidak bijaksana menimbulkan dampak tidak
langsung dan tidak kasat mata yang lambat laun mulai dirasakan masyarakat
dunia. Dibalik manfaatnya yang
besar bagi peningkatan produksi pertanian, terselubung bahaya yang mengerikan. Kerugian berupa timbulnya
dampak buruk penggunaan pestisida, dapat dikelompokkan atas 3 bagian : (1).
Pestisida berpengaruh negatif terhadap kesehatan
manusia, (2). Pestisida berpengaruh buruk terhadap kualitas lingkungan, dan
(3). Pestisida meningkatkan perkembangan populasi organisme penganggu tanaman.
Pengendalian Hama Terpadu
(PHT) mencegah masyarakat dari ketergantungan terhadap pestisida kimia dengan
mengintegrasikan pendekatan berkelanjutan untuk mengelola hama dengan memadukan
sedemikian rupa berbagai aspek pengendalian, seperti biologis, kultur teknis, pengendalian
fisik dan kimia, dan lainnya untuk meminimalisasi resiko ekonomi, kesehatan,
dan lingkungan.
Pengendalian Hama Terpadu (PHT)
sangat berkaitan erat dengan konsep pertanian berkelanjutan. Pertanian
berkelanjutan (sustainable agriculture) adalah pemanfaatan sumberdaya
yang dapat diperbaharui (renewable resources) dan sumberdaya tidak dapat diperbaharui (unrenewable resources)
untuk proses produksi pertanian dengan menekan
dampak negatif terhadap lingkungan seminimal mungkin. Keberlanjutan yang dimaksud meliputi : penggunaan sumberdaya,
kualitas dan kuantitas produksi,
serta lingkungannya. Proses produksi pertanian yang berkelanjutan akan lebih mengarah pada penggunaan produk hayati
yang ramah terhadap lingkungan
(Kasumbogo Untung, 1997).
PHT adalah suatu cara pendekatan atau cara berfikir tentang
pengendalian OPT yang didasarkan pada pertimbangan ekologi dan efisiensi
ekonomi dalam rangka pengelolaan agroekosistem yang berwawasan lingkungan yang
terlanjutkan. Sasaran PHT adalah : 1) produktivitas pertanian yang mantap dan
tinggi, 2) penghasilan dan kesejahteraan petani meningkat, 3) populasi OPT dan
kerusakan tanaman karena serangannya tetap berada pada aras yang secara
ekonomis tidak merugikan, dan 4) pengurangan resiko pencemaran lingkungan
akibat penggunaan pestisida. Strategi PHT adalah memadukan secara kompatibel
semua teknik atau metode pengendalian OPT didasarkan pada asas ekologi dan ekonomi.
1.2. Tujuan
Penulisan makalah ini
bertujuan untuk mengetahui strategi Pengendalian Hama Terpadu (PHT) tanaman
padi dalam sistem pertanian berkelanjutan serta manfaat yang diberikan kepada
masyarakat dan lingkungan.
II.
PEMBAHASAN
Upaya pengendalian hama biasanya
berupa pencegahan dan pemberantasan.
Pencegahan (preventive) artinya suatu tindakan yang
dilakukan agar tanaman yang masih sehat terhindar dari penyakit, sedangkan
pengendalian (control) artinya kita mengusahakan atau melakukan
tindakan – tindakan terhadap tanaman yang sudah terserang hama /penyakit,
dengan harapan agar tanaman akan sembuh dan tumbuh normal kembali (Anggraeni
dan Lelana, 2011). Dalam aplikasinya
tindakan pengendalian lebih sering dilakukan daripada pencegahan,
karena upaya tersebut harus dilakukan untuk mencegah kerugian secara ekonomis.
Pengendalianan serangan hama/penyakit
biasa dilakukan dengan menggunakan pestisida kimia sintetik. Hal ini karena
pestisida ini mempunyai cara kerja yang relatif cepat dalam menekan populasi
hama sehingga dapat menekan kerugian hasil akibat serangan hama, lebih efektif
dalam memberantas hama dan mudah didapatkan di pasaran (dijual bebas). Namun,
penggunaan pestisida kimia secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama
akan menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan, seperti merusak ekosistem, menimbulkan
keracunan pada manusia, membunuh musuh alaminya dan lain sebagainya.
Kebijakan Masa Lalu Mendorong
Petani Menggunakan Pestisida
Peningkatan pembangunan pertanian di
Indonesia, menyebabkan kebutuhan akan pestisida bertambah banyak, baik
jumlah maupun jenisnya.. Mencermati kilas balik pembangunan pertanian di
Indonesia, peningkatan penggunaan pestisida tidak terlepas dari peran
pemerintah. Sejak tahun permulaan pelaksanaan program intensifikasi pangan,
masalah hama diusahakan ditanggulangi dengan berbagai jenis formulasi pestisida.
Orientasi pemerintah pada waktu itu tertumpu pada peningkatan hasil
sebanyak-banyaknya, tanpa memperhatikan dampak negatif terhadap lingkungan.
Pada saat dicanangkannya program intensifikasi pangan melalui program nasional
BIMAS, pestisida telah dimasukkan sebagai paket teknologi yang wajib digunakan
petani peserta. Bagi petani yang tidak menggunakan pestisida, oleh pemerintah
dianggap tidak layak sebagai penerima bantuan BIMAS. Akibatnya, mau tidak mau
petani dirangsang menggunakan pestisida. Bahkan pada waktu itu,
pemerintah bermurah hati memberi subsidi pengadaan pestisida hingga mencapai 80
persen, sehingga harga pestisida di pasaran menjadi sangat murah. Tidak
itu saja, termasuk jenis pestisida yang digunakan, hingga keputusan penggunaannya
(jadwal aplikasi) diatur oleh pemerintah.
Jenis pestisida
yang dianjurkan digunakan pada waktu itu umumnya adalah pestisida yang
berdaya bunuh berspektrum luas, yaitu mampu membunuh sebahagian besar organisma
yang dikenainya, termasuk organisma berguna seperti musuh alami hama dan
organisma bukan target lainnya yang hidup berdampingan dengan organisma
pengganggu tanaman. Program penyuluhan pertanianpun merekomendasikan
aplikasi pestisida secara terjadwal dengan sistem
kalender, tanpa memperhatikan ada atau tidak ada hama yang menyerang tanaman di
lapangan. Sehingga frekuensi penyemprotan menjadi lebih intensif, dan
biasa dilakukan setiap minggu sepanjang musim tanam.
Kebijakan perlakuan seperti disebut
dimuka, tidak selamanya menguntungkan. Hasil evaluasi memperlihatkan, timbul
kerugian yang tidak disadari yang sebelumnya tidak diperkirakan. Beberapa
kerugian yang muncul akibat pengendalian organisma pengganggu tanaman yang
semata-mata mengandalkan pestisida, antara lain menimbulkan kekebalan
(resistensi) hama, mendorong terjadinya resurgensi, terbunuhnya musuh alami dan
jasad non target, serta dapat menyebabkan terjadinya ledakan populasi hama
sekunder.
Pemahaman Tentang
Konsep PHT
Pengalaman dari
waktu ke waktu membuat orang-orang tersadar dan berpikir bahwa produksi
pertanian tidak bisa selamanya tergantung pada pestisida kimia sintetik, karena
efek yang ditimbulkan akan menyebabkan kerugian lebih besar di kemudian hari,
seperti tercemarnya lingkungan, rusaknya agroekosistem, terlebih dampak
negatifnya terhadap kesehatan manusia yang mengkonsumsi produk yang terdapat
residu pestisida. Waage (1996) menggolongkan konsep PHT ke dalam dua
kelompok, yaitu konsep PHT teknologi dan PHT ekologi.
1. Konsep PHT teknologi
Konsep PHT teknologi
merupakan pengembangan lebih lanjut dari konsep awal yang dicetuskan oleh Stern
et al pada tahun 1959 yang kemudian dikembangkan oleh para ahli melalui agenda
Earth Summit ke-21 di Rio de Janeiro pada tahun 1992 dan FAO. Tujuan dari
PHT teknologi adalah untuk membatasi
penggunaan insektisida sintetis dengan memperkenalkan konsep ambang ekonomi
sebagai dasar penetapan pengendalian hama. Pendekatan ini mendorong penggantian
pestisida kimia dengan teknologi pengendalian alternatif, yang lebih banyak
memanfaatkan bahan dan metode hayati, termasuk musuh alami, pestisida hayati,
dan feromon. Dengan cara ini, dampak negatif penggunaan pestisida terhadap
kesehatan dan lingkungan dapat dikurangi (Untung 2000).
2. PHT ekologi
Konsep PHT ekologi berangkat dari perkembangan dan penerapan
PHT dalam sistem pertanian di tempat tertentu. Dalam hal ini, pengendalian hama
didasarkan pada pengetahuan dan informasi tentang dinamika populasi hama dan
musuh alami serta keseimbangan ekosistem. Berbeda dengan konsep PHT teknologi
yang masih menerima teknik pengendalian hama secara kimiawi berdasarkan ambang
ekonomi, konsep PHT ekologi cenderung menolak pengendalian hama dengan cara
kimiawi. Dalam menyikapi dua konsep PHT ini, kita harus pandai memadukannya
karena masing-masing konsep mempunyai kelebihan dan kekurangan. Hal ini
disebabkan bila dua konsep tersebut diterapkan tidak dapat berlaku umum.
Prinsip-prinsip Teknologi
Pengendalian Hama Terpadu (PHT).
Beberapa prinsip teknologi PHT yang dapat dikategorikan sebagai bagian dari sistem usaha
tani yang berkelanjutan adalah sebagai berikut:
1.
Pengelolaan ekosistem
pertanian dengan perpaduan optimal teknik-teknik pengendalian hama dan
meminimalkan penggunaan pestisida sistemik yang berspektrum luas.
2.
Promosi dan dukungan
pengendalian hayati yang dapat menekan populasi hama sampai pada aras
keseimbangan.
3.
Kegiatan-kegiatan lapangan
PHT seperti pemantauan, analisis ekosistem, pengambilan keputusan dan interval
pengendalian hama.
4.
Teknologi PHT harus
bersifat spesifik lokasi dan sesuai dengan keadaan sosial ekonomi masyarakat.
5. Teknologi PHT adalah praktis, mudah dipelajari dan diadopsi oleh
petani yang kemungkinan kondisi lapangannya berbeda-beda.
Dalam implikasinya, pengendalian hama secara terpadu harus memperhatikan
komponen-komponen berikut sebagai dasar pelakasanaan program PHT:
1.
Tingkat hama diterima.
Penekanannya adalah pada kontrol, tidak pemberantasan.
PHT menyatakan bahwa memusnahkan populasi hama seluruh sering tidak mungkin,
dan berusaha bisa mahal dan lingkungan yang tidak aman. Program PHT pertama
bekerja untuk menetapkan tingkat hama diterima, disebut ambang tindakan, dan
menerapkan kontrol jika ambang disilangkan. Ambang ini adalah hama dan spesifik
situs, artinya dapat diterima di satu situs untuk memiliki gulma seperti
semanggi putih, tapi di situs lain mungkin tidak diterima. Dengan membiarkan
populasi hama untuk bertahan hidup di ambang batas wajar, tekanan seleksi berkurang.
Ini menghentikan resistensi hama untuk mendapatkan bahan kimia yang diproduksi
oleh tanaman atau diterapkan pada tanaman. Jika banyak hama yang dibunuh maka
setiap yang memiliki ketahanan bahan kimia yang akan membentuk dasar genetik
dari populasi, masa depan yang lebih tahan,. Dengan tidak membunuh semua hama
ada beberapa un-tahan hama meninggalkan yang akan mencairkan setiap gen tahan
yang muncul.
2.
Praktek budaya Pencegahan.
Memilih varietas terbaik untuk kondisi pertumbuhan
lokal, dan memelihara tanaman sehat, adalah garis pertahanan pertama, bersama
dengan tanaman karantina 'teknik budaya' dan seperti sanitasi tanaman
(pengangkatan misalnya tanaman sakit untuk mencegah penyebaran infeksi).
3.
Monitoring.
Pengamatan yang teratur merupakan hal terpenting dalam
PHT. Pengamatan ini dibagi menjadi dua langkah, pertama, inspeksi dan kedua;.
Identifikasi . metode pengukuran Visual inspeksi, perangkap serangga dan spora,
dan lainnya dan alat monitor digunakan untuk memantau tingkat hama.
Identifikasi hama akurat sangat penting untuk program PHT sukses. Pencatatan
sangat penting, karena merupakan pengetahuan mendalam tentang perilaku dan
siklus reproduksi hama sasaran. Karena serangga berdarah dingin, pengembangan
fisik mereka tergantung pada suhu lingkungan mereka. Banyak serangga memiliki
siklus perkembangan dimodelkan dalam hal derajat hari . Memantau hari tingkat
lingkungan untuk menentukan kapan waktu yang optimal untuk wabah serangga
tertentu itu.
4.
Kontrol mekanik.
Haruskah hama
mencapai tingkat yang dapat diterima, metode mekanis adalah pilihan pertama
untuk dipertimbangkan.termasuk cara memetik sederhana, hambatan serangga dalam
mendirikan, menggunakan perangkap, debu, dan persiapan lahan untuk mengganggu
pembibitan.
5.
Kontrol biologis.
Proses biologis alami dan bahan dapat memberikan
kontrol, dengan dampak lingkungan yang minimal, dan sering dengan biaya rendah.
Fokus utama di sini adalah pada mempromosikan serangga yang bermanfaat yang
memakan hama target. insektisida Biologi , berasal dari alami mikroorganisme
(misalnya: Batang jamur entomopatogen dan nematoda entomopatogen ), juga masuk
dalam kategori ini.
6.
Penggunaan Pestisida.
Pestisida sintetis umumnya hanya digunakan sebagai
dibutuhkan dan sering hanya pada waktu tertentu dalam siklus hidup hama. Banyak
dari kelompok pestisida yang lebih baru berasal dari tanaman atau bahan alami
(misalnya: nikotin , pyrethrum dan serangga hormon juvenil analog), tetapi
toxophore atau komponen aktif dapat diubah untuk memberikan aktivitas biologis
ditambah atau stabilitas. 'Biologi berbasis' atau 'lebih lanjut ekologi teknik
'berada di bawah evaluasi.
Menurut Untung (2002) dalam
mengendalikan hama ada tiga dalil yang
perlu diingat, yaitu :
1. Suatu spesies serangga tidak pernah menjadi hama tetapi beberapa
populasinya dapat berstatus hama.
2. Status hama suatu spesies serangga tergantung pada dua
faktor: (a) jenis tanaman inangnya, (b)
peningkatan populasinya diatas ambang toleransi kritisnya.
3. Masalah serangga hama selalu disebabkan karena ulah manusia.
Seringkali perubahan fisiologi tanaman karena “pemuliaan” dan perubahan
cara-cara bercocok tanam mengakibatkan fenomena biologik. Oleh karena itu
pencegahannya harus dengan pemikiran biologik, bukan secara teknologik
(pestisida).
Pengendalian Hama Terpadu (PHT) Tanaman Padi
Luas panen padi pada tahun 2003
tercatat 11,48 juta hektar dan produksi padi pada tahun tersebut mencapai 52,08
juta ton, meningkat 1,14% dibanding tahun 2002 (51,49 juta ton). Kenaikan
produksi merupakan dampak dari peningkatan produktivitas padi, dari 4,47 t/ha
pada tahun 2002 menjadi 4,52 t/ha pada tahun 2003. Hal ini menunjukkan bahwa
penerapan teknologi, termasuk pengendalian hama dan penyakit, memegang peranan
penting. Dengan asumsi tidak ada terobosan teknologi maka produksi padi pada
tahun 2020 diproyeksikan 57,4 juta ton. Sementara itu jumlah penduduk Indonesia
pada tahun yang sama diperkirakan 262 juta jiwa dengan laju pertumbuhan
penduduk 1,27%/ tahun. Apabila konsumsi beras per kapita masih tetap 134
kg/tahun maka kebutuhan beras pada tahun 2020 mencapai 35,1 juta ton atau
setara dengan 65,9 juta ton gabah kering giling (GKG). Kalau produksi padi
tidak meningkat berarti pada tahun 2020 terjadi kekurangan beras 4,5 juta ton
atau setara dengan 8,5 juta ton GKG (Budianto 2002). Untuk mengatasi kekurangan
pangan perlu adanya terobosan peningkatan produksi padi. Pengalaman di lapangan
menunjukkan bahwa produktivitas padi masih dapat ditingkatkan melalui
implementasi program PHT. Dalam praktek PHT, hasil padi petani di Karawang pada
MK 1995 masih meningkat hingga 37% dengan penanaman varietas tahan hama wereng
dan meningkat 46,3% untuk varietas tidak tahan (Baehaki et al. 1996).
Strategi
pengendalian hama terpadu (PHT) pada tanaman padi dalam
praktek pertanian yang baik menuju pertanian berkelanjutan dapat dilakukan dengan beberapa metode berikut:
1.
Pemilihan Varietas Tahan dan Hemat
Energi
Keberlanjutan pertanian antara lain ditentukan oleh
penggunaan varietas tahan hama penyakit dan hemat energi. Usaha untuk
menghasilkan varietas yang hemat energi di antaranya adalah dengan mengubah
tipe tanaman C3 menjadi C4, atau mengubah arsitektur tanaman menjadi lebih
produktif, misalnya padi tipe baru dengan anakan sedikit dan bentuk daun yang
memiliki kemampuan lebih tinggi untuk berfotosintesis sehingga dapat
berproduksi lebih tinggi (Cantrell 2004).
Dalam memilih varietas yang akan ditanam, nilai tambah
produksi dan pemasaran juga perlu diperhitungkan. Hal ini penting artinya
karena setiap varietas mempunyai karakter yang berbeda; ada yang cocok untuk
dibuat bihun, beras kristal, nasi goreng, dan sebagainya. Dalam praktek
pertanian yang baik, petani perlu dibimbing dalam memilih varietas yang tidak
rakus hara, hemat air, tahan hama dan penyakit, dan berproduksi normal di mana
pun ditanam. Ini penting artinya agar mereka tidak menggunakan input secara
berlebihan, baik pupuk, air maupun pestisida, sebagaimana yang dikehendaki oleh
kaidah praktek pertanian yang baik menuju keberlanjutan sistem produksi.
2.
Teknologi Pengendalian Hama secara
Hayati
Pengendalian
hayati secara inundasi adalah memasukkan musuh alami dari luar dengan sengaja
ke pertanaman untuk mengendalikan hama. Inundasi yang dapat dilakukan adalah
penggunaan cendawan Beauveria bassiana dan Metarhizium anisopliae sebagai
agens hayati. Efektivitas biakan B. bassiana terhadap wereng coklat
mencapai 40% (Baehaki et al. 2001). Cendawan ini selain dapat
mengendalikan wereng coklat, juga dapat digunakan untuk mengendalikan walang
sangit (Tohidin et al. 1993), Darna catenata (Daud dan Saranga 1993),
dan lembing batu (Caraycaray 2003). Formulasi cendawan M. anisopliae dapat
menurunkan populasi hama sampai 90%.
Pergiliran Varietas antarmusim.
Hama tanaman padi tidak akan meledak sepanjang musim
dan peningkatan populasinya hanya terjadi pada musim hujan. Pada musim kemarau,
populasi hama, misalnya wereng, cenderung rendah, kecuali pada musim kemarau
yang banyak hujan atau di daerah cekungan. Pergiliran varietas berdasarkan gen
ketahanan yang terkandung pada tanaman padi untuk menghadapi tingkat biotipe
wereng coklat. Pada daerah wereng coklat biotipe 1, pertanaman padi diatur
dengan menanam varietas yang mempunyai gen tahan Bph1, bph2 dan Bph3 pada musim
hujan. Pada musim kemarau dapat ditanam varietas padi yang tidak mempunyai gen
tahan.
Pergiliran varietas pada daerah wereng coklat biotipe
2 dilakukan dengan menanam varietas yang mempunyai gen tahan Bph2 dan Bph3 pada
musim hujan. Pada musim kemarau ditanam varietas yang mempunyai gen Bph1.
Pergiliran varietas pada daerah wereng coklat biotipe 3 dilakukan dengan
menanam varietas yang mempunyai gen tahan Bph1+ dan Bph3 pada musim hujan. Pada
musim kemarau ditanam varietas dengan gen tahan Bph1 dan bph2. Pengaturan
pertanaman di dalam musim juga diperlukan untuk menangkal serangan wereng
coklat dan penggerek batang padi, yaitu pada awal musim hujan menanam varietas
tahan yang berumur pendek dan pada pertengahan musim sampai akhir musim hujan
menanam varietas yang tidak tahan ataupun tahan wereng coklat dan berumur
panjang.
3.
Teknologi Pengendalian Hama Padi
dengan Sistem Integrasi Palawija pada Pertanaman Padi.
Para ahli agroekologi sedang mengenalkan intercropping,
agroforestry, dan metode diversifikasi lainnya yang menyerupai proses
ekologi alami (Alteri 2002). Hal ini penting artinya bagi keberlanjutan
kompleks agroekosistem. Pengelolaan agroekologi harus berada di garis depan
untuk mengoptimalkan daur ulang nutrisi dan pengembalian bahan organik, alir
energi tertutup, konservasi air dan tanah, serta keseimbangan populasi hama dan
musuh alami. Hama dan penyakit tanaman padi juga dapat dikendalikan berdasarkan
agroekologi, antara lain dengan sistem integrasi palawija pada pertanaman padi
(SIPALAPA).
Sistem ini berupa pertanaman polikultur, yaitu menanam
palawija di pematang pada saat ada tanaman padi. SIPALAPA dapat menekan
perkembangan populasi hama wereng coklat dan wereng punggung putih. Hal ini
disebabkan adanya predator Lycosa pseudoannulata, laba-laba lain,
Paederus fuscifes, Coccinella, Ophionea nigrofasciata, dan Cyrtorhinus
lividipennis yang mengendalikan wereng coklat dan wereng punggung putih.
Demikian juga parasitasi telur wereng oleh parasitoid Oligosita dan Anagrus
pada pertanaman SIPALAPA lebih tinggi daripada pertanaman padi monokultur.
Penerapan teknologi SIPALAPA dapat meningkatkan keanekaragaman sumber daya
hayati fauna dan flora (biodiversitas). Penanaman kedelai atau jagung pada
pematang sawah terbukti dapat memperkaya musuh alami, mempertinggi dinamika dan
dialektika musuh alami secara dua arah antara tanaman palawija dan padi. Dalam
praktek pertanian yang baik, keberhasilan usaha tani terkait dengan upaya
peningkatan keanekaragaman hayati melalui konservasi lahan (EUREP 2001). Hal
ini dapat diaktualisasikan melalui aktivitas kelompok tani dengan menghindari
kerusakan dan deteriorasi habitat, memperbaiki habitat, dan meningkatkan
keanekaragaman hayati pada lahan usaha tani.
4.
Pengendalian berdasarkan Manipulasi
Musuh Alami.
Pengendalian hama berdasarkan manipulasi musuh alami
dimaksudkan untuk memberikan peranan yang lebih besar kepada musuh alami,
sebelum memakai insektisida. Pada prinsipnya musuh alami akan selalu berkembang
mengikuti perkembangan hama. Selama musuh alami dapat menekan hama maka
pengendalian dengan bahan kimia tidak diperlukan karena keseimbangan biologi
sudah tercapai. Namun bila perkembangan musuh alami sudah tidak mampu mengikuti
perkembangan hama, artinya keseimbangan biologi tidak tercapai, maka diperlukan
taktik pengendalian yang lain, termasuk penggunaan bahan kimia. Teknologi
pengendalian wereng coklat menggunakan ambang kendali berdasarkan manipulasi
musuh alami dapat mengurangi pemakaian insektisida dan meningkatkan pendapatan (Baehaki et al. 1996).
Teknologi ini diawali dengan pemantauan pada
pertanaman untuk menentukan ambang ekonomi wereng terkoreksi musuh alami dengan
menggunakan formula Baehaki (1996). Insektisida yang direkomendasikan dapat
digunakan untuk pengendalian hama jika ambang ekonomi terkoreksi yang
ditentukan telah terlampaui. Pengendalian hama berdasarkan
manipulasi musuh alami menghemat penggunaan insektisida 33-75%, meskipun pada
musim hujan dengan kelimpahan hama wereng cukup tinggi. Dengan cara ini, hasil
padi di tingkat petani meningkat 36% dengan peningkatan keuntungan 53,7%. Ambang ekonomi bukan harga yang tetap, tetapi
berfluktuasi bergantung pada harga gabah dan pestisida. Bila harga gabah
meningkat maka ambang ekonomi akan turun dan sebaliknya, tetapi bila harga
insektisida naik maka amba
5.
Teknologi Pengendalian Hama
berdasarkan Ambang Ekonomi.
Tidak semua hama dapat diformulasikan teknologi
pengendaliannya berdasarkan musuh alami karena terbatasnya pengetahuan tentang
korelasi perkembangan musuh alami dengan perkembangan suatu hama. Bagi hama
yang belum ada teknologi pengendaliannya berdasarkan perkembangan Musuh alami,
dapat digunakan teknologi berdasarkan ambang ekonomi tunggal atau ambang
ekonomi ganda.
Di lapangan, adakalanya pertanaman padi diserang oleh
lebih dari satu macam hama sehingga diperlukan teknologi yang mampu
mengendalikan lebih dari satu jenis hama. Untuk itu, pengendalian dapat
berpatokan pada ambang ekonomi hama ganda. Formula pengendalian hama
berdasarkan ambang ekonomi ganda pada fase vegetatif untuk wereng coklat-wereng
punggung putih mengikuti pola 9-0-14, sedangkan pada fase reproduktif mengikuti
pola 18-0-21. Ambang ekonomi ganda sundep-ulat grayak pada fase reproduktif
mengikuti pola 9-0-15, sundep-hydrellia pada fase vegetatif mengikuti pola
6-0-19, dan sundep-pelipat daun pada fase vegetatif mengikuti pola 9-0-13
(Baehaki dan Baskoro 2000). Pengendalian dengan insektisida
dilakukan setelah populasi hama atau kerusakan tanaman mencapai ambang ekonomi
ganda yang telah ditentukan.
6.
Minimalisasi Residu Pestisida.
Penggunaan insektisida merupakan
taktik dinamis yang dilaksanakan dalam kurun waktu pertumbuhan tanaman bila
teknik budi daya dan pengendalian hayati gagal menekan populasi hama di bawah
ambang ekonomi. Penentuan ambang ekonomi sangat penting sebagai dasar
pengambilan keputusan pengendalian. Bhat (2004) menyebutkan bahwa ambang
ekonomi merupakan komponen yang sangat penting dalam PHT. Pengendalian hama
berdasarkan ambang ekonomi juga bertujuan untuk mengatasi penggunaan bahan
kimia secara berlebihan yang berdampak terhadap tingginya residu pestisida pada
produk pertanian dan pencemaran lingkungan.
III.
KESIMPULAN
Berdasarkan penjelasan
dan uraian di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Penggunaan perstisida kimia sintetik secara
terus-menerus memberikan pengaruh negatif terhadap kualitas lingkungan,
kesehatan manusia, dan meningkatkan perkembangan populasi hama
akibat resistensinya terhadap pestisida.
2. Dampak negatif dari ketergantungan terhadap
pestisida, keamanan makanan, dan kebutuhan akan pertanian berkelanjutan secara
global menjadi indokator berkembangnya pengendalian hama secara terpadu (PHT).
3. PHT pada tanaman padi dapat dilakukan dengan cara
menggunakan varietas tahan, pergiliran varietas antarmusim, penggunaan agensia
hayati dan musuh alami, teknologi pengendalian hama padi dengan sistem
integrasi palawija pada pertanaman padi, serta
pengendalian hama berdasarkan ambang ekonomi.
4.
Dengan penerapan pengendalian hama tanaman padi secara terpadu, maka selain
mendapatkan produksi yang tinggi, menguntungkan secara ekonomi, serta produk
yang aman dikonsumsi, petani juga dapat menjaga keseimbangan ekosistem secara
berkelanjutan. Hal ini sejalan dengan tujuan pertanian berkelanjutan, yaitu
menguntungkan, ramah linggkungan, dan dapat diterima masyarakat baik secara
sosial dan ekonomi.
DAFTAR PUSTAKA
Alteri, M.A. 2002.
Agroecology: Principles and strategies for designing sustainable farming
system. Sustainable Agriculture Network. Sustainable Agriculture Research and
Education (SARE) Program. Sustainable Agriculture Publications, 210 UVM, Hill
Building, Burlington, VT 05405-0082. 7pp.
Baehaki S.E. 1986.
Dinamika populasi wereng coklat Nilaparvata lugens Stal. Edisi Khusus
No1. Wereng Coklat. Baehaki S.E. 1992. Teknik pengendalian wereng coklat
terpadu. hlm. 39-49.
Baehaki S.E dan A.
Hasanuddin. 1995. Situasi wereng coklat dan tungro di beberapa daerah Jawa pada
10 tahun terakhir. Seminar Balai Penelitian Tanaman Pangan Sukamandi. 30 hlm.
Baehaki S.E. 1996.
Formula pengendalian wereng coklat menggunakan ambang ekonomi berdasar musuh
alami. Suatu sintesis data mendasari rasionalisasi pengendalian hama secara
kuantitatif pada tanaman padi. Unpublished. 5 hlm.
Baehaki S.E., P.
Sasmita, D. Kertoseputro, dan A. Rifki. 1996. Pengendalian hama berdasar ambang
ekonomi dengan memperhitungkan musuh alami serta analisis usaha tani dalam PHT.
Temu Teknologi dan Persiapan Pemasyarakatan Pengendalian Hama Terpadu. Lembang.
81 hlm.
Baehaki S.E. 1999.
Strategi pengendalian wereng coklat. hlm. 54-63. Prosiding Hasil Penelitian
Teknologi Tepat Guna Mendukung Gema Palagung. Balai Penelitian Tanaman Padi,
Sukamandi.
Baehaki S.E dan
Baskoro. 2000. Penetapan ambang ekonomi ganda hama dan penyakit pada varietas
padi berbeda umur masak di pertanaman. Seminar Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian, Jakarta.
Baehaki S.E.,
Kartohardjono, dan Nurhayati. 2001. Teknik perbanyakan Beauveria bassiana pada media padat
dan efektivitas umur biakan terhadap wereng coklat. hlm. 146-153. Prosiding
Simposium Pengendalian Hayati Serangga. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Tanaman Pangan, Fak. Pertanian Universitas Padjadjaran, DiStrategi rektorat
Perlindungan Tanaman Pangan, dan PRI-Cabang Bandung.
Baehaki S.E. 2002.
Perbaikan Pengendalian Hama Terpadu (PHT) Berdasar Pemahaman Biodiversitas
Arthropoda pada Berbagai Pola Pertanaman Padi. Seminar Proyek/Bagian Proyek
Pengkajian Teknologi Pertanian Partisipatif. Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian, Jakarta.
Biro Pusat
Statistik. 1991. Luas dan intensitas serangan jasad pengganggu padi dan
palawija di pulau Jawa tahun 1991. Biro Pusat Statistik, Jakarta.
Budianto, J. 2002.
Tantangan dan peluang penelitian dan pengembangan padidalam perspektif
agribisnis. hlm. 1-19. Dalam Kebijakan Perberasan dan Inovasi Teknologi Padi.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor.
Daud, I.D. dan A.P.
Saranga. 1993. Efektivitas lima konsentrasi suspensi spora Beauveria bassiana Vuill. Terhadap
mortalitas tiga instar larva Darna catenata Snellen
(Lepidoptera: Limacodidae). hlm. 125-134. Prosiding Symposium Patology.
Serangga I. PEI Cabang Yogyakarta-Fak. Pertanian UGM, dan Program Nasional
PHT/Bappenas. Departemen Pertanian. 2003. Kebijakan dan Strategi Nasional
Perlindungan Tanaman dan Kesehatan Hewan. Departemen Pertanian, Jakarta. 140
hlm.
Earles, R. 2002.
Sustainable agriculture: An introduction. ATTRA-National Sustainable
Agriculture Information service.
Kenmore, P.E. 1996.
Integrated pest management in rice. p. 76-97. In G.J. Persley (Ed.).
Biotechnology and Integrated Pest Management. CAB International, Cambridge.
Persley (Ed.).
Biotechnology and Integrated Pest Management. CAB International, Cambridge.
Untung, K. 2000.
Pelembagaan konsep pengendalian hama terpadu Indonesia. Jurnal Perlindungan
Tanaman Indonesia 6(1): 1-8.
Waage, J. 1996.
Integrated pest management and biochemistry: An analysis of their potential. p.
36-47. In G.J.
0 komentar:
Post a Comment
Terima kasih atas kujungan anda. Komentar anda akan sangat bermanfaat untuk kemajuan blog ini.