PENYAKIT GEMINIVIRUS PADA TANAMAN CABAI

Written By Unknown on 02/04/2013 | 6:36 am



PENYAKIT GEMINIVIRUS PADA TANAMAN CABAI DAN PENGENDALIANNYA
(Makalah Produksi Tanaman Sayur)











Oleh

Faqih Abdul Aziz
1014121022









PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2012










I. PENDAHULUAN




1.1  Latar Belakang
Cabai (Capsicum annum) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki nilai ekonomi penting di Indonesia. Cabai berasal dari benua Amerika tepatnya daerah Peru dan menyebar ke negaranegara benua Amerika, Eropa dan Asia termasuk Negara Indonesia.
Salah satu masalah dalam peningkatan produksi dan kualitas mutu cabe adalah adanya serangan organisme pengganggu tumbuhan (OPT) yang terjadi mulai dari pesemaian sampai pasca panen. Diantara OPT utama yang sering menimbulkan kerugian pada usahatani cabe adalah serangan penyakit dengan pathogen/ penyebabnya dari golongan virus.
Serangan penyakit virus kuning pada tanaman cabai telah menimbulkan kerugian besar bagi petani di daerah-daerah sentra cabe di Pulau Jawa dalam 3 tahun terakhir ini, karena akibat serangan geminivirus tersebut menurunkan produksi cabe hingga jauh dari produksi normal, yang kemudian berdampak melonjaknya harga cabe di pasaran. Mengetahui virus penyebab penyakit secara pasti dan faktor-faktor yang mempengaruhinya sangat penting untuk menentukan tindakan pengendalian yang tepat.


1.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan paper ini adalah untuk membahas tentang seluk-beluk gemini virus dan pengendaliannya dalam upaya peningkatan produktivitas cabai.
 









II.  PENYAKIT GEMINIVIRUS PADA TANAMAN CABAI DAN PENGENDALIANNYA



2.1 Pengenalan Gemini Virus



Menurut sejarah perkembangannya, penyakit ini cepat menyebar dari satu negara ke negara lain, sehingga penyebarannya di berbagai Negara di dunia tercatat di 37 negara Asia, 39 negara di Afrika, 26 negara di Eropa, 30 negara di Amerika, dan 14 negara di Oceania. Awal infeksi geminivirus pada cabai dilaporkan di Meksiko tahun 1990 dan, Texas 1996, Thailand 1997, dan Indonesia 2003. Kurangnya kesadaran terhadap bahaya penyebaran penyakit yang ditularkan dengan cepat oleh serangga vektor dari tanaman ke tanaman, dan dari daerah terserang ke daerah lain yang masih sehat, menyebabkan luas serangan dan daerah sebarannya meningkat cepat.
Di Indonesia, awal mula serangan virus kuning terjadi pada 2003, terbatas di Magelang, Jateng, Sleman, DIY, dan setelah 5 tahun terakhir (2003 – 2007) perkembangan virus kuning makin bertambah hingga 14 provinsi, meliputi NAD, Sumut, Sumbar, Riau, Jambi, Sumsel, Bengkulu, Lampung, Jabar, Jateng, DIY, Jatim, Bali, Kaltim, Sulut, Maluku, Gorontalo, Irjabar. Luas tambah serangan virus kuning cabai pada tahun 2003 seluas 884 ha dan pada tahun 2007 meningkat tajam hingga mencapai 3.015,05 ha, terluas terjadi di Jateng 1.071,6 ha, NAD 404 ha dan Jabar 307 ha..
Penyakit kuning keriting cabai yang disebabkan oleh geminivirus merupakan penyakit utama tanaman cabai di Indonesia sejak tahun 1999 dan tahun 2000 sudah terjadi epidemi penyakit ini. Terjadinya epidemi sangat berhubungan dengan aktifitas serangga vektornya, kutu kebul (Bemicia tabaci Genn). Hubungan virus dengan vektornya ditentukan berdasarkan efisiensi penularan, (1) periode makan akuisisi, (2) periode makan inokulasi dan (3) jumlah serangga untuk penularan. Serangga vektor B. tabaci merupakan vektor yang sangat efektif, karena hanya dengan satu ekor vektor yang viruliferus telah dapat menularkan virus penyebab penyakit kuning keriting cabai. Serangga vektor B. tabaci biotipe non B asal Bogor, dan Pesisir Selatan sudah mampu menularkan virus setelah 15 menit melakukan akuisisi, dan inokulasi. Periode akuisisi dan inokulasi yang optimal untuk menularkan virus adalah 6-12 jam. Efektivitas penularan virus oleh serangga vektor ditentukan oleh strain geminivirus. B. tabaci dari lokasi yang sama dengan strain geminivirus akan lebih efektif menularkan geminivirus di bandingkan dengan strain geminivirus asal lokasi geografis yang berbeda. Efektivitas penularan akan meningkat dengan bertambahnya waktu akuisisi, inokulasi dan jumlah serangga vektor.

2.2 Gejala Gemini Virus
Tanaman yang terserang gemini virus secara umum gejala-gejala yang dapat diamati adalah helai daun mengalami “vein clearing”, dimulai dari daun-daun pucuk, berkembang menjadi warna kuning yang jelas, tulang daun menebal dan daun menggulung ke atas (cupping). Infeksi lanjut dari geminivirus menyebabkan daun-daun mengecil dan berwarna kuning terang, tanaman kerdil dan tidak berbuah. Pengamatan lapang menunjukkan pertanaman cabai merah yang 100% terserang tidak menghasilkan buah sama sekali.


Variasi gejala yang mungkin timbul pada cabai adalah sebagai berikut:
• Tipe -1. Gejala diawali dengan pucuk mengkerut cekung berwarna mosaik hijau pucat, pertumbuhan terhambat, daun mengkerut dan menebal disertai tonjolan berwarna hijau tua.
• Tipe-2. Gejala diawali dengan mosaik kuning pada pucuk dan daun muda, gejala berlanjut pada hampir seluruh daun menjadi bulai.
• Tipe-3. Gejala awal urat daun pucuk atau daun muda berwarna pucat atau kuning sehingga tampak seperti jala, gejala berlanjut menjadi belang kuning, sedangkan bentuk daun tidak banyak berubah.
• Tipe-4. Gejala awal daun muda/pucuk cekung dan mengkerut dengan warna mosaik ringan, gejala berlanjut dengan seluruh daun berwarna kuning cerah, bentuk daun berkerut dan cekung dengan ukuran lebih kecil, serta pertumbuhan terhambat.


2.3. Penularan dan Penyebab

Penyakit yang disebabkan oleh virus gemini tidak ditularkan karena tanaman bersinggungan atau terbawa benih. Di lapangan virus ditularkan oleh kutu kebul Bemisia tabaci atau Bemisia argentifolia. Kutu kebul dewasa yang mengandung virus dapat menularkan virus selama hidupnya pada waktu dia makan pada tanaman sehat. Satu kutu kebul cukup untuk menularkan virus. Efisiensi penularan meningkat dengan bertambahnya jumlah serangga per tanaman. Sifat kutu kebul yang mampu makan pada banyak jenis tanaman (polifagus) menyebabkan virus ini menyebar dan menular lebih luas berbagai jenis tanaman. Selain itu, virus gemini memiliki tanaman inang yang luas dari berbagai tanaman seperti: ageratum, buncis, kedelai, tomat, tembakau, dll.


2.4 Nilai Ekonomi

Serangan penyakit virus kuning pada tanaman cabai, telah menimbulkan kerugian besar bagi petani di daerah-daerah sentra cabe di Pulau Jawa dalam 3 tahun terakhir ini. Akibat serangan geminivirus tersebut, produksi cabe menurun hingga jauh dari produksi normal, yang kemudian berdampak melonjaknya harga cabe di pasaran dengan kisaran antara Rp 15.000 – 25.000/kg, bahkan di Jakarta pada tahun 2003 mencapai Rp.50.000,-/kg, terutama menjelang hari-hari besar nasional dan hari keagamaan. Kehilangan hasil yang diakibatkan oleh virus kuning pada tanaman cabe dapat mencapai antara 20 – 100 %. Pada tahun 2007 kerugian di 14 provinsi daerah sentra cabai mencapai Rp 20 Miliyar 1ebih, dan akhir  2009 lahan cabai di Kediri, Provinsi Jawa Timur terserang 650 ha dengan kerugian petani Rp 16 Milyar lebih. Menurut laporan Direktorat Perlindungan Tanaman Hortikultura (Ditlintan Hortikultura), bahwa total kerugian pada tanaman cabai akibat serangan virus kunig pada tahun 2007 tercatat lebih dari 20 Miliyar rupiah (harga cabai tingkat petani Rp 6.000/kg), terbesar terjadi di Jateng di atas 5 Miliyar rupiah, Jatim di atas 4 Miliyar rupiah dan Nad di atas 3 Miliyar rupiah.


2.5 Bioekologi

Penyakit kuning cabai di Indonesia disebabkan oleh virus dari kelompok/Genus Begomovirus (singkatan dari: Bean golden mosaic virus), Famili Geminiviridae. Gemini virus dicirikan dengan bentuk partikel kembar berpasangan (geminate) dengan ukuran sekitar 30 x 20 nm. Gemini virus termasuk dalam kelompok virus tanaman dengan genom berukuran 2,6-2,8 kb berupa utas tunggal DNA yang melingkar dan terselubung dalam virion ikosahendra kembar (geminate) (M. Padidam et al. 1995). Replikasi virus terjadi dalam bagian nukleus tanaman melalui pembentukan utas ganda DNA. Kelompok virus gemini dibedakan dalam 3 subgrup, pertama memiliki genom yang monopartit, menginfeksi tanaman monokotiledon dan ditularkan oleh vektor wereng daun (leafhopper); subgrup kedua ditularkan vektor wereng daun dan memiliki genom monopartit tetapi menginfeksi tanaman dikotiledon; subgrup ketiga memiliki anggota paling banyak dan beragam dengan genom bipartit yang menginfeksi tanaman dikotiledon dan ditularkan oleh serangga vektor kutu kebul (Bemicia tabaci Genn.) (Gilbertson et al.1991).



2.6 Pengendalian

Usaha pengendalian penyakit virus kuning (khususnya dengan pestisida) terutama ditujukan kepada serangga vektornya, karena sampai saat ini tidak ada pestisida yang terdaftar dan diizinkan oleh Menteri Pertanian yang dapat mematikan virus. Langkah-langkah pencegahan dan pengendalian penyakit virus kuning pada tanaman cabai, antara lain:
A.  Pada Pesemaian
· Penggunaan benih sehat dan bukan berasal dari daerah terserang
· Menanam varietas yang agak tahan (karena tidak ada yang tahan) misalnya cabai Kopay Sumbar dan cabai keriting Bukit Tinggi.
· Perendaman benih dengan larutan PGPR (Plant Growth Promotion Rhizobacter), atau   Pf/Pseudomonas fluorescens dengan dosis 20 ml/liter air selama 6 – 12 jam). Beberapa Laboratorium PHP di daerah sudah mampu membuat bahan perbanyakan larutan PGPR atau Pf.
· Menutup/mengerodongi persemaian sejak benih disebar untuk pencegahan masuknya vektor virus dengan menggunakan kasa/kelambu halus yang tembus sinar matahari.
B.  Di Lapangan :
· Untuk menahan / membatasi masuknya vektor kutu kebul ke dalam petak tanaman, dilakukan penanaman tanaman pinggiran lahan tanam dengan 6 baris tanaman jagung 3-4 minggu sebelum tanam cabai dengan jarak tanam rapat 15 – 20 cm atau tanaman border lainnya antara lain, orok–orok, dan pagar kelambu setinggi 2,8 – 3m dari tanah,
  • Penggunaan mulsa plastik perak di dataran tinggi, dan jerami di dataran rendah untuk mengurangi infestasi serangga vektor dan mengurangi gulma,
· Penyiraman tanaman pada umur 1 MST (sebelum pindah tanam) dengan PGPR 20 cc / l air, dan dilanjutkan pada umur 20 HST dan 40 HST dengan konsentrasi 20 cc / l air dengan volume penyiraman 100 ml/tanaman,  bersamaan pemupukan susulan.
· Pemberian pupuk kandang/kompos minimal 20 ton/ha.
· Sanitasi lingkungan, mengendalikan gulma berdaun lebar dari jenis bebadotan, daun kancing, ciplukan dan gulma lainnya yang dapat menjadi inang virus dan  kutu kebul.
· Eradikasi tanaman sakit, yaitu tanaman yang menunjukkan gejala segera dicabut dan dimusnahkan dengan cara dibakar supaya tidak menjadi sumber penularan.
· Pemasangan perangkap likat kuning sebanyak 40 lembar/ha secara serentak di pertanaman, digantung/dijepit pada kayu/bambu setinggi 30 cm di atas tajuk daun guna mengurangi populasi vector.
· Menjaga keberadaan parasit nympha, Encarsia formosa dan predator Monochilus siegmaculatus, dengan tidak menggunakan pestisida kimia sintetik secara tidak selektif,
· Rotasi tanaman dengan tanaman selain cabai dan bukan inang virus, terutama bukan dari famili Solanaceae (contoh : kentang, tembakau), dan famili Cucurbitaceae (contoh: mentimun, melon). Rotasi tanaman dilakukan dalam hamparan, tidak perorangan, serentak setiap satu musim tanam dan seluas mungkin.
· Aplikasi pestisida nabati (50–100 lbr daun sirsak atau daun tembakau/5 liter air+15 gr sabun colek) atau (20 gr biji atau 50 gr daun nimba + 1 gr sabun colek/1 liter air). Ramuan ditumbuk halus, dicampur air, diamkan 1 malam, dan disaring. Selain itu menggunakan ekstrak bunga pukul 4, bayam duri, sirsak dan eceng gondok.






I.             KESIMPULAN

Dari penyampaian makalah di atas, dapat disimpulkan bahwa:
  1. Salah satu masalah dalam peningkatan produksi dan kualitas mutu cabai adalah adanya serangan gemini virus yang menyebabkan penyakit kuning cabai. 
  2. Terjadinya epidemi penyakit ini sangat berhubungan dengan aktifitas serangga vektornya,yaitu  kutu kebul (Bemicia tabaci Genn).
  3. Dari segi ekonomi, akibat serangan geminivirus sangat merugikan petani, karena dapat menurunkan produksi cabe hingga jauh dari produksi normal, 
  4. Untuk mengatasi hal tersebut, perlu dilakukan pengendalian. Pengendalian dapat dilakukan mulai dari saat persemaian, penanaman, dan pemeliharaan.









DAFTAR PUSTAKA



Anonim. 2008. geminivirus-indonesia.blogspot.com/.  Diakses pada 31 Maret 2012. Pukul 11.45
Anonim.2010. www.deptan.go.id/ditlinhorti/index.php?option=com...id. Diakses pada 31 Maret2012. Pukul 11.56
Anonim. 2010. repository.unila.ac.id:8180/dspace/handle/123456789/580. Diakses pada 31 Maret 2012. Pukul 11.42
Gilbertson, R. L., Hidayat, S. H., Martinez, R. T., Leong, S. A., Faria, J.C., Morales, F. & Maxwell, D. P. (1991a). Differentiation of bean infecting geminiviruses by nucleic acid hybridization probes and aspects of bean golden mosaic in Brazil. Plant Disease 75, 336-342.

Padidam, M., Beachy, Roger N., & Fauquet, Claude M. 1995. Classification and identification of geminiviruses using sequence comparisons. Journal of  General Virology (1995), 76, 249 263. Printed in Great Britain

Setiadi. 2011. Bertanam Cabai di Lahan dan Pot. Jakarta: Penebar Swadaya



























Ditulis Oleh : Unknown ~Balconystair

Muh.Akram Anda sedang membaca artikel berjudul PENYAKIT GEMINIVIRUS PADA TANAMAN CABAI yang ditulis oleh Balconystair Jika Anda menyukai artikel ini, silakan klik like atau tombol g+, Anda diperbolehkan mengcopy paste artikel ini dengan catatan mencantumkan sumbernya. Terima Kasih dan sering-sering mampir, ya.. :) Salam Blogger!!

Blog, Updated at: 6:36 am

0 komentar:

Post a Comment

Terima kasih atas kujungan anda. Komentar anda akan sangat bermanfaat untuk kemajuan blog ini.


Popular Posts

Balconystair. Powered by Blogger.