Pengendalian Erosi Tanah

Written By Unknown on 07/04/2013 | 6:33 pm


Latar Belakang

Ketergantungan manusia terhadap sumberdaya tanah terus meningkat. Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan penduduk terhadap lingkungan tanpa memperhatikan kemampuan lingkungan itu sendiri. Keadaan ini akan mendorong kemerosotan sumberdaya tanah baik mutu maupun jumlahnya. Gejala fisik yang nampak jelas di tempat kejadian (on site) adalah semakin tipisnya lapisan tanah, sehingga kemampuan fungsi tanah sebagai media tumbuh tanaman dan media pengatur daur air menjadi terbatas yang pada akhirnya kemunduran kemampuan lingkungan tidak dapat terhindarkan.

Beberapa fungsi tanah yang dapat dikemukakan yaitu antara lain sumber unsur hara, sumber air, penyedia udara, landasan tumbuh bagi tanaman, tempat hidup bagi hewan dan manusia, tempat dikuburkannya manusia, sebagai bahan urugan perumahan dan jalan, tempat mendirikan bangunan, sanitasi lingkungan (penyaring, penyangga, dan alihrupa), dan bahan pembuat manusia pertama (Adam). Sebagian dari fungsi tanah tersebut yaitu sumber unsur hara, sumber air, penyedia udara, dan landasan tumbuh bagi tanaman lebih berorientasi pada media tumbuh tanaman (pertanian), sehingga di sini pembahasannya ditekankan pada hal-hal tersebut.

Dalam Undang-undang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UULH) No.23 Tahun 1997 Bab II Pasal 3 dinyatakan bahwa: "Pengelolaan lingkungan hidup yang diselenggarakan dengan asas tanggung jawab negara, asas berkelanjutan, dan asas manfaat bertujuan untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa". Sedangkan dalam penjelasannya dinyatakan bahwa: "... Asas berkelanjutan mengandung makna setiap orang memikul kewajibannya dan tanggung jawab terhadap generasi mendatang, dan terhadap sesamanya dalam satu generasi. Untuk terlaksananya kewajiban dan tanggung jawab tersebut, maka kemampuan lingkungan hidup harus dilestarikan. Terlestarikannya kemampuan lingkungan hidup menjadi tumpuan terlanjutkannya pembangunan". Karena itu, dalam mengelola sumberdaya alam harus diupayakan untuk melestarikan kemampuan lingkungan.

Namun demikian, lingkungan hidup yang lestari tentunya tidak mungkin diwujudkan secara fisik, tetapi yang dapat dilestarikan hanyalah fungsi dari lingkungan hidup itu sendiri. Hal ini sesuai dengan bunyi UULH No.23 Tahun 1997 Bab I Pasal 1 yaitu bahwa: "Pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan pengendalian lingkungan hidup".
Sumberdaya alam yang utama adalah air dan tanah. Salah satu faktor yang turut mempercepat kemerosotan kemampuan sumberdaya alam yaitu terjadinya erosi. Timbulnya erosi akan menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pengendali tata air, media pertumbuhan tanaman yang nantinya akan berpengaruh pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya.

Sebagian besar daerah-daerah di Indonesia yang beriklim tropika mempunyai rata-rata curah hujan dan intensitas hujan yang relatif tinggi serta didukung kondisi topografi yang berbukit-bukit merupakan salah satu pemacu timbulnya proses erosi. Bahaya erosi ini akan semakin mengkhawatirkan, apabila di dalam mengelola sumberdaya alam tanpa memperhatikan kaidah konservasi sumberdaya alam khususnya sumberdaya tanah, sehingga secara langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh terhadap kelestarian kemampuan fungsi lingkungan. Upaya pelestarian ini salah satunya adalah melalui pengendalian erosi tanah di setiap tipe penggunaan lahan (Rahim, S.E., 1995). Untuk itu usaha pengendalian erosi secara tepat perlu dilakukan dalam upaya melestarikan kemampuan fungsi lingkungan.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Erosi
Erosi merupakan suatu proses hilangnya lapisan tanah, baik disebabkan oleh pergerakan air maupun angin (Foth, 1995, halaman 665-666). Di daerah beriklim tropika basah, seperti sebagian besar daerah di Indonesia, air hujan merupakan penyebab utama terjadinya erosi sehingga di sini pembahasannya dibatasi erosi tanah yang disebabkan oleh air.

Menurut Arsyad S. (1989, halaman 30), erosi adalah peristiwa pindahnya atau terangkutnya tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami. Pada peristiwa erosi, tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat terkikis dan terangkut yang kemudian diendapkan pada suatu tempat lain. Pengangkutan atau pemindahan tanah tersebut terjadi oleh media alami yaitu antara lain air atau angin. Erosi oleh angin disebabkan oleh kekuatan angin, sedangkan erosi oleh air ditimbulkan oleh kekuatan air.
Kekuatan perusak air yang mengalir di atas permukaan tanah akan semakin besar dengan semakin panjangnya lereng permukaan tanah. Tumbuhan-tumbuhan yang hidup di atas permukaan tanah dapat memperbaiki kemampuan tanah menyerap air dan memperkecil kekuatan butir-butir perusak hujan yang jatuh, serta daya dispersi dan angkutan aliran air di atas permukaan tanah. Perlakuan atau tindakan-tindakan yang diberikan manusia terhadap tanah dan tumbuh-tumbuhan di atasnya akan menentukan kualitas lahan tersebut.

Berdasarkan asasnya dapat disimpulkan bahwa erosi merupakan akibat interaksi antara faktor-faktor iklim, topografi, tumbuh-tumbuhan, dan campur tangan manusia (pengelolaan) terhadap lahan, yang secara deskriptif dinyatakan dalam persamaan seperti di bawah ini :
E = f (i, r, v, t, m)
E = besarnya erosi,
i = iklim,
r = topografi,
v = tumbuh-tumbuhan,
t = tanah,
m = manusia.

Persamaan tersebut di atas mempunyai makna dua jenis peubah, yaitu: 1) Faktor yang dapat diubah oleh manusia, seperti; tumbuh-tumbuhan, sifat-sifat tanah, dan satu unsur topografi yaitu panjang lereng, 2) Faktor yang tidak dapat diubah oleh manusia yaitu; iklim, tipe tanah, dan kecuraman lereng.

Dampak Erosi
Secara garis besar kerusakan yang timbul akibat adanya erosi tanah yaitu penurunan kesuburan tanah dan timbulnya pendangkalan akibat proses sedimentasi (Wudianto R., 1989, halaman 11 - 13).
Tanah yang subur umumnya terdapat pada lapisan tanah atas atau permukaan (top soil), sedang lapisan tanah bawah (sub soil) dapat dikatakan kurang subur. Apabila terjadi hujan dan dapat menimbulkan erosi, maka lapisan tanah ataslah yang akan terkikis kemudian terbawa oleh aliran air. Dengan terangkutnya lapisan tanah atas, maka tertinggal lapisan tanah bawah yang kurang subur. Kemudian jika tanah tersebut ditanami, maka tanaman tidak akan dapat tumbuh subur dan hasilnya akan berkurang. Dengan berkurangnya hasil panen akan mengurangi pendapatan petani.

Seperti telah dijelaskan di atas bahwa proses terjadinya erosi adalah terkikisnya butir-butir tanah, kemudian dengan adanya aliran air butir-butir tanah terangkut sampai tidak mampu lagi mengangkut butir-butir tanah, maka tanah tersebut diendapkan. Pengendapan ini akan terjadi pada daerah yang lebih rendah, misalnya: sungai, waduk, saluran-saluran pengairan dan laut.

Pengendapan di sungai akan mengakibatkan pendangkalan yang dapat mengurangi kemampuan sungai untuk menampung air sehingga pada musim penghujan biasanya akan terjadi banjir. Pendangkalan sungai dapat mengganggu lalu lintas pelayaran kapal. Seperti diketahui bahwa sejarah telah membuktikan dulu sungai-sungai di Jawa masih dapat dilewati kapal, namun sekarang sudah tidak ada lagi sehingga tinggal sungai-sungai yang ada di luar pulau Jawa yang dapat dilalui kapal-kapal.
Sebagai akibat pendangkalan sungai ini dapat merembet ke laut, karena aliran air sungai bermuara ke laut. Sekarang banyak pelabuhan yang mengalami pendangkalan. Dengan terjadinya pendangkalan di pelabuhan, maka kapal-kapal besar akan mengalami kesulitan untuk merapat.

Pendangkalan di waduk juga sulit untuk dihindarkan. Dengan makin dangkalnya waduk dapat mengurangi umur waduk. Artinya, daya guna waduk yang semula diperkirakan dapat lama, ternyata baru beberapa tahun saja sudah tidak berfungsi lagi. Sebagai contoh waduk Gajah Mungkur di Wonogiri, Jawa Tengah. Waduk ini diperkirakan dapat mencapai umur 100 tahun ternyata setelah diteliti karena adanya sedimentasi maka hanya dapat mencapai lebih kurang 27 tahun.

Menurut Arsyad (1989, halaman 3 - 4), dampak erosi tanah terhadap lingkungan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu bentuk dampak langsung maupun tidak langsung yang dikaji di tempat kejadian erosi maupun di luar tempat berlangsungnya erosi, seperti terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Dampak Erosi Tanah.
Bentuk Dampak
Dampak di Tempat Kejadian
Dampak di Luar Tempat

Erosi
Kejadian Erosi
1. Langsung
- Kehilangan lapisan tanah yang baik bagi berjangkarnya akar tanaman
- Pelumpuran dan pendangkalan waduk, sungai, saluran dan badan air lainnya

- Kehilangan unsur hara dan kerusakan struktur tanah
- Tertimbunnya lahan pertanian, jalan dan bangunan lainnya

- Peningkatan penggunaan energi untuk produksi
- Menghilangnya mata air dan memburuknya kualitas air

- Kemerosotan produktivitas tanah atau bahkan menjadi tidak dapat dipergunakan untuk berproduksi
- Kerusakan ekosistem perairan (tempat bertelur ikan, terumbu karang dan sebagainya)

- Kerusakan bangunan konservasi dan bangunan lainnya
- Kehilangan nyawa dan harta oleh banjir

- Pemiskinan petani penggarap/ pemilik tanah
- Meningkatnya frekuensi dan masa kekeringan
2. Tidak Langsung
- Berkurangnya alternatif penggunaan tanah
- Kerugian oleh memendeknya umur waduk

- Timbulnya dorongan/ tekanan untuk membuka lahan baru
- Meningkatnya frekuensi dan besarnya banjir

- Timbulnya keperluan akan perbaikan lahan dan bangunan yang rusak

Sumber: Arsyad S. (1989)

Mengingat bahaya erosi yang merugikan bagi lingkungan, sejak beberapa tahun yang lampau manusia telah menyadari dan melakukan berbagai usaha pencegahan (pengendalian) erosi.

Klasifikasi Erosi Tanah
Atas dasar intensitas campur tangan manusia, erosi dibedakan antara erosi alami atau erosi geologi (geological erosion) dan erosi dipercepat (accelarated erosion) (Arsyad S., 1989, halaman 30). Erosi geologi terjadi secara alami pada tanah yang masih tertutup vegetasi secara alami, dan biasanya berjalan sangat lambat. Dalam kondisi seperti ini, jumlah tanah terangkut sangat sedikit, dan baru akan meningkat jika terjadi bencana alam yang berakibat tanah jadi terbuka. Erosi dipercepat terjadi karena manusia membuka tanah dengan membuang vegetasi baik sebagian maupun seluruhnya, yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (tempat tinggal, industri, usaha tani, dan lain-lain). Proses erosi ini akan berjalan dengan cepat, terlebih di daerah yang mempunyai potensi erosi dan tanpa usaha pengendalian.

Erosi yang terjadi dapat dibedakan berdasarkan produk akhir yang dihasilkan proses itu sendiri. Erosi juga dapat dibedakan karena kenampakan lahan akibat erosi itu sendiri. Atas dasar itu erosi dibedakan yaitu : 1) erosi percikan (splash erosion), 2) erosi lembar (sheet erosion), 3) erosi alur (rill erosion), 4) erosi parit (gully erosion), 5) erosi tanah longsor (land slide), 6) erosi pinggir sungai (stream bank erosion) (Rahim S.E., 1995, halaman 33 - 34).

Erosi percikan terjadi pada awal hujan. Intensitas erosi percikan meningkat dengan adanya air genangan 
tetapi setelah terjadi genangandengan kedalaman tiga kali ukuran butir hujan, erosi percikan minimum. Pada saat inilah proses erosi lembaran dimulai. Erosi lembar akan dapat ditemukan secara jelas di daerah yang relatif seragam permukaannya.

Erosi alur dimulai dengan adanya konsentrasi limpasan permukaan. Konsentrasi yang besar akan mempunyai daya rusak yang besar. Bila ukuran alur sudah sangat besar, tidak dapat dihilangkan hanya dengan melakukan pembajakan biasa, atau alur tersebut berhubungan langsung dengan saluran pembuangan utama, maka erosi yang terjadi telah memenuhi kategori erosi parit. Sedangkan erosi tanah longsor ditandai dengan bergeraknya sejumlah massa tanah secara bersama-sama. Hal ini disebabkan karena kekuatan geser tanah sudah tidak mampu untuk menahan beban massa tanah jenuh air di atasnya. Kejadian ini terutama terjadi pada lapisan tanah atas dangkal yang terletak lepas di batuan atau lapisan tanah tidak tembus air (impermeable). Adapun erosi pinggir sungai yang mirip erosi tanah longsor mengikis pinggir sungai-sungai yang karena sesuatu hal mengalami longsor terutama bila pinggir sungai itu vegetasi alaminya ditebang dan diganti dengan tanaman baru.

Batas Toleransi Erosi
Sebagai sumber daya yang banyak digunakan, tanah dapat mengalami pengikisan (erosi) akibat bekerjanya gaya-gaya dari agen penyebab, misalnya air hujan, angin dan/atau hujan. Jadi, secara alamiah tanah mengalami pengikisan atau erosi (Rahim S.E., 1995).

Erosi dipercepat yang disebabkan oleh manusia, masih dianggap aman jika tidak melewati suatu batas toleransi (soil loss tolerance atau permisible erosion). Banyak pendapat para pakar erosi yang mengemukakan besarnya batas toleransi erosi, yang masing-masing berbeda tergantung dari faktor lingkungan di sekitarnya. Secara khusus, penelitian batas toleransi erosi untuk tanah-tanah di Indonesia sampai saat ini belum ada. Oleh Arsyad (1989, halaman 237 - 244), dianjurkan untuk mempergunakan batas toleransi erosi yang dikemukakan oleh Thompson (1957), seperti terlihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Pedoman Penetapan Nilai T (batas toleransi erosi) (Thompson, 1957)
Sifat Tanah dan Substratum
Nilai T

Ton/acre/tahun
Ton/ha/tahun
1. Tanah dangkal di atas batuan
0,5
1,12
2. Tanah dalam, di atas batuan
1,0
2,24
3. Tanah dengan lapisan bawahnya (subsoil) padat,


di atas substrata yang tidak terkonsolidasi (telah


mengalami pelapukan)
2,0
4,48
4. Tanah dengan lapisan bawahnya berpermeabilitas


lambat, di atas bahan yang tidak terkonsolidasi
4,0
8,96
5. Tanah dengan lapisan bawahnya berpermeabilitas


sedang, di atas bahan yang tidak terkonsolidasi
5,0
11,21
6. Tanah yang lapisan bawahnya permeabel (agak


cepat), di atas bahan yang tidak terkonsolidasi
6,0
13,45

Dengan menggunakan kriteria yang dipergunakan oleh Thompson (1957), dengan menentukan T maksimum untuk tanah yang dalam, dengan lapisan bawah yang permeabel, di atas bahan (substratum) yang telah malapuk (tidak terkonsolidasi) sebesar 2,5 mm/tahun, dan dengan menggunakan nisbah nilai untuk berbagai sifat dan stratum tanah, maka nilai T seperti tertera pada Tabel 3 disarankan untuk menjadi pedoman penetapan nilai T tanah-tanah di Indonesia.

Tabel 3. Pedoman Penetapan Nilai T Untuk Tanah-tanah di Indonesia.
Sifat Tanah dan Substratum
Nilai T

mm/tahun
1. Tanah sangat dangkal di atas batuan
0,0
2. Tanah sangat dangkal di atas bahan telah melapuk (tidak terkonsolidasi)
0,4
3. Tanah dangkal di atas bahan telah melapuk
0,8
4. Tanah dengan kedalaman sedang di atas bahan telah melapuk
1,2
5. Tanah yang dalam dengan lapisan bawah yang kedap air di atas substrata yang telah melapuk
1,4
6. Tanah yang dalam dengan lapisan bawah berpermeabilitas lambat, di atas substrata telah melapuk
1,6
7. Tanah yang dalam dengan lapisan bawahnya berpermeabilitas sedang, di atas substrata telah melapuk
2,0
8. Tanah yang dalam dengan lapisan bawah yang permeabel, di atas substrata telah melapuk
2,5

Catatan :
Kedalaman tanah efektif yaitu kedalaman tanah yang baik bagi pertumbuhan akar tanaman, yaitu sampai pada lapisan yang tidak dapat ditembus akar tanaman. Kriterianya : > 90 cm = dalam,
50 - 90 cm = sedang,
25 - 50 cm = dangkal,
< 25 cm = sangat dangkal.

Persamaan USLE (Universal Soil Loss Equation)
Lahan pertanian yang terus menerus ditanami tanpa cara pengelolaan tanaman, tanah dan air yang baik dan tepat, terutama di daerah pertanian dengan curah hujan yang tinggi (> 1500 mm per tahun) akan menurunkan produktivitasnya. Penurunan produktivitas ini secara lambat atau cepat dapat disebabkan oleh menurunnya kesuburan tanah dan terjadinya erosi (Syah, R., 1995).

Bahaya erosi ini banyak terjadi di daerah-daerah lahan kering terutama yang memiliki kemiringan lereng sekitar 15 persen atau lebih. Keadaan ini sebagai akibat dari pengelolaan tanah dan air yang keliru atau penerapan pola pertanian yang tidak sesuai dengan kemampuan fungsi lingkungannya.

Tanah dan air merupakan dua sumber daya alam yang utama, peka terhadap berbagai kerusakan (degradasi). Kerusakan air berupa hilangnya sumber air dan menurunnya kualitas air antara lain disebabkan oleh proses sedimentasi yang bersumber pada kerusakan tanah oleh erosi. Di daerah tropika basah kerusakan tanah yang paling utama dan semakin kritis adalah disebabkan oleh erosi tanah.

Kerusakan tanah yang kadang-kadang sampai pada tingkat kritis seperti penurunan produktivitas tanah, banjir yang terjadi setiap tahun, merosotnya debit air sungai di musim kemarau dan meningkatnya kandungan lumpur atau bahan organik pada musim hujan merupakan tanda-tanda kerusakan sumberdaya alam di suatu wilayah .

Laju erosi yang menyatakan banyaknya lapisan tanah yang hilang dari suatu tempat karena proses erosi, merupakan salah satu indikator kecepatan proses perusakan. Perhitungan laju erosi dapat dilakukan secara nisbi (relatif), yaitu berdasarkan nilai bahaya atau besarnya nilai faktor-faktor yang mempengaruhi erosi. Perkiraan atau prediksi besarnya laju erosi yang mungkin terjadi di lapangan dapat ditentukan antara lain dengan menggunakan metode Wischmeier dan Smith (1978) yang dikenal dengan Persamaan Umum Kehilangan Tanah (PUKT) atau dalam bahasa Inggris Universal Soil Loss Equation (USLE) , yaitu sebagai berikut :

A = R x K x L x S x C x P

A adalah banyaknya tanah tererosi (ton/ha/tahun),
R adalah faktor curah hujan dan aliran permukaan, yaitu jumlah satuan indeks erosi hujan, yang merupakan perkalian antara energi hujan total (E) dengan intensitas hujan maksimum 30 menit (I30 ), tahunan,
K adalah faktor erodibilitas (kepekaan) tanah, yaitu laju erosi per indeks erosi hujan untuk suatu tanah yang didapat dari petak percobaan standar, yaitu petak percobaan yang panjangnya 22 meter (72,6 kaki) terletak pada lereng 9 % tanpa tanaman,
L adalah faktor panjang lereng, yaitu nisbah antara besarnya erosi dari tanah dengan suatu panjang lereng tertentu terhadap erosi dari tanah dengan panjang lereng 22 meter (72,6 kaki) di bawah keadaan yang identik,
S adalah faktor kemiringan/kecuraman lereng, yaitu nisbah antara besarnya erosi yang terjadi dari suatu tanah dengan kemiringan lereng tertentu, terhadap besarnya erosi dari tanah dengan lereng 9 % di bawah keadaan yang identik,
C adalah faktor vegetasi penutup tanah dan pengelolaan tanaman, yaitu nisbah antara besarnya erosi dari suatu areal dengan vegetasi penutup dan pengelolaan tanaman tertentu terhadap besarnya erosi dari tanah yang identik tanpa tanaman,
P adalah faktor tindakan khusus konservasi tanah, yaitu nisbah antara besarnya erosi dari tanah yang diberi perlakuan tindakan konservasi khusus seperti pengolahan tanah menurut kontur, penanaman dalam strip atau teras terhadap besarnya erosi dari tanah yang diolah searah lereng dalam keadaan yang identik.

Metode Pengendalian Erosi
Usaha pengendalian erosi pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi 3 metode, yaitu :

  1. Metode Vegetatif

Metode ini mempergunakan tumbuhan atau tanaman dan sisa-sisanya untuk mengurangi daya rusak hujan yang jatuh, jumlah dan daya rusak aliran permukaan. Fungsi tumbuhan dalam metode ini untuk : a) melindungi tanah dari daya perusak butir-butir hujan, b) melindungi tanah dari aliran permukaan, dan c) memperbaiki kapasitas infiltrasi tanah dan penahanan air yang akan mempengaruhi besarnya aliran permukaan. Termasuk dalam metode vegetatif ini diantaranya; budidaya tanaman semusim (jagung, kacang tanah, dan lain-lain) secara musiman atau tanaman permanen, penanaman dalam strip cropping, pergiliran tanaman, sistem pertanian hutan (agro forestry), pemanfaatan sisa tanaman.
  1. Metode Mekanik
Metode mekanik adalah semua perlakuan fisik mekanis yang diberikan terhadap tanah dan pembuatan bangunan untuk mengurangi aliran permukaan dan erosi, serta meningkatkan kemampuan penggunaan tanah. Metode mekanik dalam pengendalian erosi berfungsi: a) memperlambat aliran permukaan, b) menampung dan menyalurkan aliran permukaan dengan kekuatan yang tidak merusak, c) memperbaiki atau memperbesar infiltrasi air ke dalam tanah dan memperbaiki aerasi tanah, serta d) menyediakan air bagi tanaman. Termasuk dalam metode mekanik adalah pengolahan tanah (tillage), pengolahan tanah menurut kontur (contour cultivation), guludan dan guludan bersaluran menurut kontur, teras (teras bangku, teras berlereng), dam penghambat (check dam, waduk, rorak, tanggul), dan perbaikan drainase.
  1. Metode Kimiawi
Metode kimia dalam pengendalian erosi menggunakan preparat kimia sintetis atau alami. Metode ini sering dikenal dengan sebutan soil conditioner, yang bertujuan memperbaiki struktur tanah. Beberapa contoh soil conditioner yaitu; PVA (Polyvinyl alcohol), PAA (Poly acrylic acid), VAMA (Vinyl acetate malcic acidcopolymer), DAEMA (Dimethyl amino ethyl metacrylate), dan Emulsi Bitumen.
Sering pula dilakukan pengendalian erosi dengan mengkombinasikan dari dua metode pengendalian erosi atau bahkan ketiga metode tersebut di atas digunakan secara bersamaan dalam usaha mengendalikan erosi.



Penutup

Setiap usaha pengendalian erosi tanah mempunyai nilai keuntungan ekonomis yang berbeda, serta mempunyai kemampuan yang berbeda pula dalam menekan laju erosi. Selain macam tanaman, sistem pengelolaan dan metode pengendalian yang digunakan berpengaruh terhadap besarnya laju erosi.
Dari kenyataan ini, maka dapat disusun berbagai alternatif pemilihan usaha pengendalian erosi tanah berdasarkan keuntungan dan risiko besarnya erosi yang mungkin terjadi. Selanjutnya para pengelola sumberdaya (misal: petani) dapat diarahkan agar bersedia untuk memilih tanaman dan metode pengendalian erosi yang mampu memberi keuntungan cukup tinggi serta risiko timbulnya erosi serendah-rendahnya.



Daftar Pustaka

Arsyad S., 1989, Konservasi Tanah dan Air, IPB Press, Bogor.
Foth H.D., 1995, Dasar-dasar Ilmu Tanah, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Rahim S.E, 1995, Pelestarian Lingkungan Hidup Melalui Pengendalian Erosi Tanah, UNSRI, Palembang.
Schwab G.O., Richard K.F., Kenneth K.B., 1981, Soil and Water Conservation Engineering, John Wiley & Sons, New York.
Syah A.R., 1995, Penentuan Erosi dan Sedimentasi Pada Daerah Aliran Sungai (DAS), Majalah Ilmiah Universitas Jambi No.45 Tahun 1995, Jambi.
Wudianto, R., 1989, Mencegah Erosi, Penebar Swadaya, Jakarta.



Sumber : http://www.ut.ac.id/html/suplemen/ling1112/erosi.htm

Ditulis Oleh : Unknown ~Balconystair

Muh.Akram Anda sedang membaca artikel berjudul Pengendalian Erosi Tanah yang ditulis oleh Balconystair Jika Anda menyukai artikel ini, silakan klik like atau tombol g+, Anda diperbolehkan mengcopy paste artikel ini dengan catatan mencantumkan sumbernya. Terima Kasih dan sering-sering mampir, ya.. :) Salam Blogger!!

Blog, Updated at: 6:33 pm

Popular Posts

Balconystair. Powered by Blogger.